Mohon tunggu...
Boby Bahar
Boby Bahar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Independent Traveler

24 countries and counting more. Dreaming to publish my traveling book. Terimakasih sudah mampir. boby.bahar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Begini Rasanya Jalan-jalan di Iran dengan Dompet Penuh Uang Cash!

20 Oktober 2017   04:59 Diperbarui: 10 Juli 2018   19:56 12113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya traveling ke Iran minggu terakhir bulan April 2017. Dan ternyata sekarang udah Oktober hihi. Ngumpulin mood buat nulis ini aja butuh 5 bulan! Padahal setelah dimulai menulis sehari dua hari juga kelar. Harap maklum, yang penting saya bisa share ke teman-teman, kali aja berminat traveling ke Iran dalam waktu dekat.

Sempat kaget pas dikasih tahu bahwa kartu ATM dan kartu kredit Visa/Master yang sehari-hari dipakai masyarakat luas tidak berfungsi di negara Republik Islam Iran. Trus gimana? Ya harus bawa cash yang banyak! Sejak embargo ekonomi gagasan Amerika Serikat dijatuhkan ke negara Mullah itu, semua sistem pembayaran berafiliasi Internasional menjadi tidak berlaku disana, termasuk juga travel cheque, Paypal, Western Union dan lainya. Dampak lainya untuk booking hotel atau tiket pesawat domestik dengan media pembayaran yang saya sebutkan tadi juga tidak bisa. 

Masjid Nasr al Molk, Shiraz
Masjid Nasr al Molk, Shiraz
Tulip Mekar di Azadi Tower, Tehran
Tulip Mekar di Azadi Tower, Tehran
Golestan Palace, Tehran
Golestan Palace, Tehran
Booking hotel bisa dilakukan manual dengan mengirimkan email ke hotel menginformasikan tanggal kedatangan, jumlah tamu, jenis kamar, dan lama menginap. Setelah itu pihak hotel akan mengirimkan email balasan, pembayaran dilakukan pas check in. Hotel-hotel besar biasanya sudah membuat account dari luar Iran, jadi pembayaran tetap bisa dilakukan secara online seperti biasa. Beberapa website tour agency juga melakukan hal yang sama, walaupun website ini terdaftarnya di luar Iran, namun mereka punya staff operasional di Iran yang akan mengurus semuanya sesuai paket tour yang diambil.

Padahal di Iran sendiri sistem perbankan mereka sudah berkembang maju layaknya di negara-negara lain. Ada bank pemerintah dan swasta. Bank tersebut juga menerbitkan kartu ATM/debit sebagai alat pembayaran. Bahkan ada bank yang melakukan merger juga dengan bank luar negeri dan beberapa malah membuka cabang di Eropa. Yang agak leluasa hanya di Wilayah Zona Ekonomi Bebas Iran di Kish island di teluk Persia. Beberapa peraturan lebih longgar di pulau Kish, berbeda dengan Iran daratan. Masuk ke wilayah tersebut bisa tanpa visa untuk 14 hari.

Itulah sebabnya traveler yang berkunjung ke Iran perlu membawa uang tunai yang cukup, kalau bisa dilebihin sekadar antisipasi jika ada emergency case. Uang asing yang paling populer di Iran adalah Euro dan US Dollar. Mata uang besar lain juga diterima. Pasti gak tenang kalau kemana-mana membawa banyak uang tunai, berasa ada aja yang mau ngerampok. Ada tips dari salah satu traveler Turki yang saya temui, bisa dicoba bagi yang traveling cukup lama. Setibanya di Iran tinggal buka rekening sementara di bank Iran dan membuat kartu ATM, praktis dan efisien!

Di overseas trip sebelumnya saya gak pernah membeli foreign currency sebelum berangkat, paling selipin 50/100 Dollar aja di dompet. Saya prefer bawa kartu ATM, trus tinggal tarik tunai setelah mendarat di negara tujuan. Karena terpaksa, H-3 saya sudah menukar Rupiah dengan Euro dan USD untuk dipakai sekitar 7-8 hari perjalanan di Iran. Kudu ekstra hati-hati takut uang tunai habis duluan padahal perjalanan belum selesai. Tapi untunglah gak kejadian, pas pulang ke tanah air saya masih menyisakan 2 lembar Euro! Uang Rial yang tersisa saya habiskan belanja oleh-oleh di duty free IKIA (Imam Khomeini International Airport).

Selama di Iran, karena malas bolak balik ke money changer saya hanya tukar uang dua kali. Pertama tukar di airport pas baru datang, sekedar untuk membayar taksi bandara ke kota dan membayar hotel di hari pertama. Penukaran kedua saya lakukan di money changer di jalan Ferdowsi. Dompet langsung gemuk dijejali uang kertas pecahan 500.000 Rial. 

Oh ya sama seperti uang Rupiah, uang Rial juga banyak Nol nya. Pecahan uang kertas tertinggi 1,000,000 Rial dan yang terkecil adalah uang koin senilai 250. Sebenarnya hotel dan restoran yang biasa disinggahi turis asing menerima pembayaran dengan Euro dan Dollar, jadi jika tidak ditukarkan semua ke Rial pun gak masalah. Saya alami sendiri semua hotel yang saya datangi memajang tarif Euro/Dollar, terpaksa dikonversikan lagi ketika saya membayar dengan Rial.

Orang-orang di Iran kalau bertransaksi atau ngasih harga lebih senang memakai istilah Toman. Jadi kalau nanya ke sopir taksi berapa ongkos ke museum mereka akan bilang misalnya 10,000 Tomans. Sepuluh ribu Toman sama dengan 100,000 Rial. Jadi ini hanyalah penghilangan satu Nol saja untuk mempersingkat.

Rate mata uang Rial masih dibawah Rupiah. Nilai tukar 1,000 Rupiah sekitar 2,700 Rial (April 2017). Thanks God... masih ada mata uang asing yang lebih rendah dibanding Rupiah (selain mata uang Dong yang sempat saya gunakan dulu waktu traveling di Vietnam). Awalnya udah senang aja duit RI lebih tinggi, tapi setelah di Iran saya baru tahu ternyata itu gak terlalu ngaruh ke biaya traveling. Inflasi disana cukup tinggi, yang membuat harga-harga di Iran relatif mahal.

Gurun Varzaneh, Isfahan
Gurun Varzaneh, Isfahan
Khaju Bridge, Isfahan
Khaju Bridge, Isfahan
Masjid Shah, Isfahan
Masjid Shah, Isfahan
Ghoortan Old Citadel, Varzaneh
Ghoortan Old Citadel, Varzaneh
APA & BAGAIMANA IRAN?

Beberapa tahun terakhir tourism Iran mengalami kemajuan pesat. Jumlah turis yang datang semakin bejibun. Turis asing yang paling banyak datang ke tanah Persia didominasi oleh turis Eropa, seperti Italia, Jerman dan Perancis. Saya pikir traveler Indonesia juga sudah lumayan banyak yang datang ke Iran. Buktinya pas mau antri di loket VOA di IKIA saya ketemu sekumpulan mba-mba cantik dari Semarang, saya juga liat ada pasangan Indonesia yang keliatan bingung dengan riweuhnya konter VOA di jam 1:00 dinihari. Surprise lagi ketika sarapan di hotel saya kenalan dengan dua traveler Indonesia lainya, yang ternyata kita satu pesawat! Mereka lalu menjadi teman jalan keliling kota Tehran di hari pertama. Trus pas di Persepolis saya juga melihat satu grup turis Indonesia, mungkin mereka dari company tour karena memakai kaos warna samaan, bahkan salah satu peserta pria sengaja memakai blangkon Jawa! Keesokan hari pas di Masjid Nasir Al-Molk di kota Shiraz saya ketemu rombongan ini lagi! Ada niat mau negor dan berkenalan sebenarnya, tapi akhirnya gak jadi, karena mereka sibuk foto-foto dan saya juga asik jepret-jepret tiap sudut masjid.

Untuk warga negara Indonesia yang ingin melancong ke Iran harus memiliki visa turis, bisa apply terlebih dahulu di Kedutaan Iran di Jakarta atau bisa apply VOA di bandara Iran. Berhubung saya tinggal di Bali saya gak sempat terbang ke Jakarta buat ngurus, terpaksa apply VOA saja. Biaya VOA lebih mahal daripada visa yang kita apply lewat kedutaan. Persyaratan VOA cukup mudah; paspor yang masih berlaku minimal 6 bulan, tiket pulang pergi, data bookingan hotel dan membayar biaya VOA plus insurance. 

Di form aplikasi kita harus menuliskan nama dan alamat hotel serta nomor telpon hotel yang bisa dihubungi (hotel untuk malam pertama), kalau tidak ada bisa-bisa VOA akan dipersulit bahkan ditolak. Ngeri kan kalau disuruh balik lagi! Untuk biaya VOA beda negara beda tarifnya. Teman saya dikenakan 75 Euro karena berpaspor Eropa, WNI dikenakan 45 Euro, plus bayar premi insurance 14 Euro. Antri di loket VOA bandara Imam Khomeini Tehran sedikit riweuh karena tidak ada petunjuk jelas dan staff yang bertugas juga tidak bisa mengorganisir dengan baik. 

Apalagi kedatangan pesawat dari Eropa dan Asia rata-rata berbarengan pas tengah malam. Antrian masih padat lalu datang lagi rombongan lain. Kita yang udah kelelahan dan mengantuk setelah berjam-jam di pesawat, harus lagi ekstra sabar melalui semua prosesi di kounter VOA. Saya sarankan buat yang punya waktu dan kesempatan sebaiknya apply visa in advance di kedutaan Iran.

Biar gak mati gaya selama disana kita bisa membeli SIM card. Berbeda dengan Indonesia dimana begitu mudah mendapatkan kartu prabayar, di Iran kartu SIM hanya dijual di gerai resmi milik perusahaan operator. Waktu itu teman Iran saya mengantar saya ke gerai Irancell dan membeli kartu perdana, katanya sudah 4G dan free unlimited data dan nelpon. 

Namun internetnya tidak sekencang mobile internet disini. Untuk koneksi WiFi saya gak bisa bilang bagus, beberapa tempat ada free WiFi namun kecepatan koneksi mengecewakan. Di IKIA saja lemotnya bikin naik darah, belum lagi tiap sebentar harus relogin. Jadi better beli SIM card biar selalu update dimana pun.

Di Iran pun ada aplikasi transportasi online. Nama aplikasinya SNAPP. Bisa di download di smartphone. Namun kendalanya cuma di bahasa, kebanyakan drivernya gak bisa bahasa Inggris. Waktu itu saya sempat coba order beberapa kali. Dari rumah teman di distrik Ghasr ke terminal bus Beyhaghi sopirnya sama sekali gak bisa bahasa Inggris, saya beberapa kali coba ajak ngobrol tapi dia cuma geleng-geleng, untung jaraknya dekat. Saya tunjukkan ke dia tiket bus Tehran-Isfahan yang full bahasa Farsi biar gak salah pas nge-drop. Orangnya ganteng seperti aktor film, dia juga baik sekali sampai membawakan tas serta bawaan kita dari parkiran langsung ke bus dan menunjukkan tempat duduk di atas bus, malah pake salaman dan peluk perpisahan segala, berasa kayak sepupunya yang mau berangkat haha.

Order berikutnya lagi dari bandara Mehrabad ke IKIA saya juga gunakan aplikasi Snap. Kali ini dapat sopir yang cool habis, bahasa Inggrisnya jago, dan bawa mobilnya ugal-ugalan khas kota Tehran banget! Dia ternyata pernah menjadi pilot pesawat charteran sekitar 3 tahun, tapi udah berhenti sejak tahun lalu. Biasanya di setiap taksi yang saya tumpangi sopir selalu putar lagu Iran, nah dia ini sangat kekinian, playlistnya lagu dance barat yang lagi hits. Di perjalanan kami banyak ngobrol, karena orangnya lumayan terbuka saya akhirnya jadi kepo dan banyak nanya, membuat saya jadi tahu 'the other side of Tehran', selain ngomongin tentang maraknya operasi plastik memungilkan hidung tentunya. Beberapa kali saya terperangah mendengar ocehanya.

Tujuan turis datang ke Iran rata-rata tertarik dengan kekayaan sejarah, landscape yang variatif, keragaman budaya dan juga wisata rohani. Iran adalah negara penganut Syiah terbesar, terdapat banyak tempat suci dan makam para Imam yang dijadikan tujuan ziarah pemeluk Syiah dari seluruh dunia. Sejarah Persia yang sudah berumur lebih dari 2500 tahun dengan dinasti yang silih berganti telah mewariskan kontribusi penting bagi peradaban dunia. Masjid-masjid besar dengan arsitektur indah, istana-istana megah, dan bangunan bernilai sejarah tinggi, menjadi saksi kemegahan masa lalu yang masih terpelihara hingga sekarang.

Yang paling bikin mata segar itu adalah banyak taman-taman hijau luas dengan kolam air mancur di beberapa sudut kota. Keluarga Iran memanfaatkanya untuk piknik. Adalah pemandangan lazim melihat keluarga Iran menggelar tikar dan duduk bercengkrama di taman atau di area publik lainya, sekedar lunch atau dinner bahkan ada yang membawa kompor portabel untuk memasak. Kuliner Iran yang lezat-lezat dan sehat membuat kita kadang was-was dengan lingkar pinggang. Ditambah lagi orang-orang Iran yang ramah dan rupawan bikin mata segar dan iler berjatuhan hahaha ooopss! Iran juga sangat bersih, jarang saya melihat onggokan sampah apalagi sampah plastik yang bertebaran di jalan. Supeerr sekalii...!

Ketika berjalan di bazaar atau tempat wisata mereka tak segan untuk mengucapkan salam dan menanyakan dari negara mana kita berasal. Di beberapa lokasi orang-orang Iran akan terkagum mengetahui kita sengaja datang jauh-jauh kesana untuk melancong, sementara yang mereka tahu negaranya masih diembargo dan lebih banyak diberitakan negatif oleh media luar negeri sehingga menyebabkan orang takut untuk datang. "Hello my friend, welcome to Iran!" Begitulah sapaan yang biasa saya dengar. Selanjutnya mereka akan menanyakan bagaimana pendapat kita tentang Iran. Bisa-bisa akan berakhir dengan ajakan untuk berkunjung ke rumah untuk minum teh atau jamuan makan. Begitulah keramahtamahan khas Iran.

Bahasa nasional yang digunakan di Iran adalah bahasa Farsi, tulisanya menggunakan aksara Arab namun pengucapanya tidak sama dengan bahasa Arab. Menurut pendengaran kuping saya, bahasa Farsi seperti perkawinan bahasa Arab dengan bahasa Turky. Dan ada beberapa propinsi di Iran yang mempunyai bahasa daerahnya sendiri, kurang lebih sama lah seperti kita di Indonesia. Golongan muda terpelajar di Iran rata-rata bisa berbahasa Inggris

Ada dresscode yang harus dipatuhi jika kita keluar rumah. Untuk pria harus memakai celana panjang, bisa dipadukan dengan tshirt atau kemeja. Sedangkan untuk wanita wajib berpakaian yang menutup kaki dan lengan serta menutup rambut, tidak harus jilbab, kebanyakan perempuan muda disana cuma memakai selembar kain yang nemplok di kepala, rambutnya masih kelihatan. Ibu-ibu biasanya lebih banyak memakai chadoor atau pakaian jubah yang berwarna hitam. Pria dan wanita yang bukan muhrim atau belum menikah dilarang bepergian berdua dan berpegangan tangan. Ada polisi shariah yang mengawasi masyarakat, kalau melanggar tentu saja akan kena sangsi. Di metro pun gerbong laki-laki dan perempuan dipisah.

Lalu lintas khususnya di Tehran kadang bikin jantungan, orang-orang berkendara dengan skill tinggi, sering banget hampir nyerempet dan banyak yang nyelonong kilat. Hebatnya saya gak pernah melihat kecelakaan. Kereta bawah tanah di Tehran memang selalu crowded di jam-jam sibuk namun ongkosnya masih lumayan murah. Di dalam kota saya prefer naik Taksi. 

Pengen coba naik bis kota tapi tulisanya Farsi semua, takut nyasar. Ongkos taksi harus benar-benar deal sebelum naik, pastikan juga harga yang diberikan dalam Toman atau Rial. Bepergian antar kota bisa menggunakan bus, kereta api atau pesawat. Bus yang saya tumpangi dari Tehran ke Isfahan cukup bagus, bus full AC dengan reclining seat 2-1 dapat bantal dan selimut serta dapat sekotak snack dan sofdrink juga. Kita berangkat jam 11 malam dan sampai di Isfahan jam 5 subuh. Ada beberapa perusahaan bus, dengan harga beda-beda tipis tergantung kelas.

Ada cerita ketika saya naik bus dari Isfahan ke Shiraz. Di jalan raya yang kanan kiri hanya tanah tandus gak habis-habis, saya malah kebelet pipis. Saya minta ke kru bus untuk berhenti. Waktu itu sore menjelang maghrib. Awalnya si kru dan sopir seperti menyuruh untuk nahan. Gak lama ada penumpang wanita yang anak-anaknya juga kebelet pipis. Akhirnya bus berhenti. Tapi setelah turun saya bingung mau pipis dimana karena sekeliling hanya padang tandus tanpa semak sedikitpun! Akhirnya saya menjauh ke sebelah belakang bus untuk mencari privacy. Selesai pipis saya sempatkan foto-foto sunset yang kebetulan indah sekali. Tiba-tiba saya lihat si kenek sudah teriak-teriak manggil sambil loncat-loncat. Saya baru nyadar ternyata saya cukup jauh memisahkan diri dari bus. Pas naik kembali ke bus teman saya bilang kalau mereka tadinya udah niat mau ninggalin saya.

Atmosfir di Shiraz berbeda dengan Isfahan atau Tehran. Dua hari di kota kelahiran Hafez itu terasa begitu singkat. Berat banget rasanya harus kembali ke Tehran untuk pulang ke tanah air. Menyiasati keterbatasan waktu saya pilih naik pesawat dari Shiraz ke Tehran. Karena kalau naik bus atau kereta api waktu pasti habis di jalan. Tiket pesawat Shiraz-Tehran saya beli di travel agent sewaktu di Isfahan. Padahal rencana itinerary awal mampir ke Yazd dulu sebelum Shiraz, tapi akhirnya Yazd harus kami coret dari list. 7 hari di Iran berlalu sangat cepat. Begitu banyak yang harus dilihat di Iran, masih banyak yang belum didatangi. Mungkin ini pertanda saya harus kembali lagi. Inshaallah.

Quran Gate, Shiraz
Quran Gate, Shiraz

Bekas Kedutaan Amerika Serikat, Revolusi Islam Iran 1979 Berawal dari Sini. Tehran
Bekas Kedutaan Amerika Serikat, Revolusi Islam Iran 1979 Berawal dari Sini. Tehran
Kuliner Iran
Kuliner Iran

Hafez Tomb, Shiraz
Hafez Tomb, Shiraz

Persepolis
Persepolis

Restoran Malek Soltan Jarchi Bashi, Isfahan
Restoran Malek Soltan Jarchi Bashi, Isfahan

Sheikh Loftollah Mosque
Sheikh Loftollah Mosque

Diajak Hossein piknik di Taman Dekat Rumahnya di Isfahan
Diajak Hossein piknik di Taman Dekat Rumahnya di Isfahan
Tajrish Bazaar, Tehran
Tajrish Bazaar, Tehran
Di Sebuah Toko Roti di Shiraz
Di Sebuah Toko Roti di Shiraz

Peziarah di Shah Cheragh, Masjid Sekaligus Makam Imam. Shiraz
Peziarah di Shah Cheragh, Masjid Sekaligus Makam Imam. Shiraz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun