Saya traveling ke Iran minggu terakhir bulan April 2017. Dan ternyata sekarang udah Oktober hihi. Ngumpulin mood buat nulis ini aja butuh 5 bulan! Padahal setelah dimulai menulis sehari dua hari juga kelar. Harap maklum, yang penting saya bisa share ke teman-teman, kali aja berminat traveling ke Iran dalam waktu dekat.
Sempat kaget pas dikasih tahu bahwa kartu ATM dan kartu kredit Visa/Master yang sehari-hari dipakai masyarakat luas tidak berfungsi di negara Republik Islam Iran. Trus gimana? Ya harus bawa cash yang banyak! Sejak embargo ekonomi gagasan Amerika Serikat dijatuhkan ke negara Mullah itu, semua sistem pembayaran berafiliasi Internasional menjadi tidak berlaku disana, termasuk juga travel cheque, Paypal, Western Union dan lainya. Dampak lainya untuk booking hotel atau tiket pesawat domestik dengan media pembayaran yang saya sebutkan tadi juga tidak bisa.Â
Padahal di Iran sendiri sistem perbankan mereka sudah berkembang maju layaknya di negara-negara lain. Ada bank pemerintah dan swasta. Bank tersebut juga menerbitkan kartu ATM/debit sebagai alat pembayaran. Bahkan ada bank yang melakukan merger juga dengan bank luar negeri dan beberapa malah membuka cabang di Eropa. Yang agak leluasa hanya di Wilayah Zona Ekonomi Bebas Iran di Kish island di teluk Persia. Beberapa peraturan lebih longgar di pulau Kish, berbeda dengan Iran daratan. Masuk ke wilayah tersebut bisa tanpa visa untuk 14 hari.
Itulah sebabnya traveler yang berkunjung ke Iran perlu membawa uang tunai yang cukup, kalau bisa dilebihin sekadar antisipasi jika ada emergency case. Uang asing yang paling populer di Iran adalah Euro dan US Dollar. Mata uang besar lain juga diterima. Pasti gak tenang kalau kemana-mana membawa banyak uang tunai, berasa ada aja yang mau ngerampok. Ada tips dari salah satu traveler Turki yang saya temui, bisa dicoba bagi yang traveling cukup lama. Setibanya di Iran tinggal buka rekening sementara di bank Iran dan membuat kartu ATM, praktis dan efisien!
Di overseas trip sebelumnya saya gak pernah membeli foreign currency sebelum berangkat, paling selipin 50/100 Dollar aja di dompet. Saya prefer bawa kartu ATM, trus tinggal tarik tunai setelah mendarat di negara tujuan. Karena terpaksa, H-3 saya sudah menukar Rupiah dengan Euro dan USD untuk dipakai sekitar 7-8 hari perjalanan di Iran. Kudu ekstra hati-hati takut uang tunai habis duluan padahal perjalanan belum selesai. Tapi untunglah gak kejadian, pas pulang ke tanah air saya masih menyisakan 2 lembar Euro! Uang Rial yang tersisa saya habiskan belanja oleh-oleh di duty free IKIA (Imam Khomeini International Airport).
Selama di Iran, karena malas bolak balik ke money changer saya hanya tukar uang dua kali. Pertama tukar di airport pas baru datang, sekedar untuk membayar taksi bandara ke kota dan membayar hotel di hari pertama. Penukaran kedua saya lakukan di money changer di jalan Ferdowsi. Dompet langsung gemuk dijejali uang kertas pecahan 500.000 Rial.Â
Oh ya sama seperti uang Rupiah, uang Rial juga banyak Nol nya. Pecahan uang kertas tertinggi 1,000,000 Rial dan yang terkecil adalah uang koin senilai 250. Sebenarnya hotel dan restoran yang biasa disinggahi turis asing menerima pembayaran dengan Euro dan Dollar, jadi jika tidak ditukarkan semua ke Rial pun gak masalah. Saya alami sendiri semua hotel yang saya datangi memajang tarif Euro/Dollar, terpaksa dikonversikan lagi ketika saya membayar dengan Rial.
Orang-orang di Iran kalau bertransaksi atau ngasih harga lebih senang memakai istilah Toman. Jadi kalau nanya ke sopir taksi berapa ongkos ke museum mereka akan bilang misalnya 10,000 Tomans. Sepuluh ribu Toman sama dengan 100,000 Rial. Jadi ini hanyalah penghilangan satu Nol saja untuk mempersingkat.
Rate mata uang Rial masih dibawah Rupiah. Nilai tukar 1,000 Rupiah sekitar 2,700 Rial (April 2017). Thanks God... masih ada mata uang asing yang lebih rendah dibanding Rupiah (selain mata uang Dong yang sempat saya gunakan dulu waktu traveling di Vietnam). Awalnya udah senang aja duit RI lebih tinggi, tapi setelah di Iran saya baru tahu ternyata itu gak terlalu ngaruh ke biaya traveling. Inflasi disana cukup tinggi, yang membuat harga-harga di Iran relatif mahal.
Beberapa tahun terakhir tourism Iran mengalami kemajuan pesat. Jumlah turis yang datang semakin bejibun. Turis asing yang paling banyak datang ke tanah Persia didominasi oleh turis Eropa, seperti Italia, Jerman dan Perancis. Saya pikir traveler Indonesia juga sudah lumayan banyak yang datang ke Iran. Buktinya pas mau antri di loket VOA di IKIA saya ketemu sekumpulan mba-mba cantik dari Semarang, saya juga liat ada pasangan Indonesia yang keliatan bingung dengan riweuhnya konter VOA di jam 1:00 dinihari. Surprise lagi ketika sarapan di hotel saya kenalan dengan dua traveler Indonesia lainya, yang ternyata kita satu pesawat! Mereka lalu menjadi teman jalan keliling kota Tehran di hari pertama. Trus pas di Persepolis saya juga melihat satu grup turis Indonesia, mungkin mereka dari company tour karena memakai kaos warna samaan, bahkan salah satu peserta pria sengaja memakai blangkon Jawa! Keesokan hari pas di Masjid Nasir Al-Molk di kota Shiraz saya ketemu rombongan ini lagi! Ada niat mau negor dan berkenalan sebenarnya, tapi akhirnya gak jadi, karena mereka sibuk foto-foto dan saya juga asik jepret-jepret tiap sudut masjid.
Untuk warga negara Indonesia yang ingin melancong ke Iran harus memiliki visa turis, bisa apply terlebih dahulu di Kedutaan Iran di Jakarta atau bisa apply VOA di bandara Iran. Berhubung saya tinggal di Bali saya gak sempat terbang ke Jakarta buat ngurus, terpaksa apply VOA saja. Biaya VOA lebih mahal daripada visa yang kita apply lewat kedutaan. Persyaratan VOA cukup mudah; paspor yang masih berlaku minimal 6 bulan, tiket pulang pergi, data bookingan hotel dan membayar biaya VOA plus insurance.Â