Ganjar bantu ABK yang terlantar di Somalia
Merujuk pada video ABK Migran (istilah sekarang Awak Kapal Perikanan Migran) yang diunggah oleh akun Facebook Ketua Serikat Pelaut Sulawesi Utara Anwar Abdul Dalewa pada pukul 12:36 hari Rabu tanggal 10 Agustus 2022 lalu, para AKPM yang diterlantarkan oleh perusahaan, meminta bantuan pemulangan kepada Gubernur Jawa Timur Ganjar Pranowo.
Dari persoalan tersebut ada dua pertanyaan
- Apakah secara hukum permintaan para AKPM yang terlantar itu tepat, untuk meminta bantuan kepada Gubernur selaku pemimpin Pemerintah Provinsi?;
- Apa tugas dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi dalam pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) termasuk AKPM?
Berdasarkan Undang Undang No 18 tahun 2018 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) telah mengatur tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai berikut: Â
Pasal 40 huruf (b) berbunyi: Pemerintah Daerah Provinsi memiliki tugas dan tanggung jawab "mengurus kepulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam hal terjadi peperangan, bencana alam, wabah penyakit, deportasi, dan PMI bermasalah sesuai dengan kewenangannya;
Pasal 41 huruf (d) berbunyi: Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki tugas dan tanggung jawab mengurus kepulangan PMI dalam hal terjadi peperangan, bencana alam, wabah penyakit, deportasi, dan PMI bermasalah sesuai dengan kewenangannya;
Menurut pasal 4 UU PPMI, PMI itu meliputi:
- a. PMI yang bekerja pada Pemberi Kerja berbadan hukum;
- b. PMI yang bekerja pada Pemberi Kerja perseorangan atau rumah tangga;
- c. Pelaut awak kapal dan pelaut perikanan.
Jadi berdasarkan kedua pasal tersebut, Gubernur selaku Kepala Daerah Provinsi dan Bupati/Walikota selaku Kepala Daerah Kabupaten/Kota, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengurus kepulangan PMI (dalam hal ini Awak Kapal Perikanan Migran) yang berasal dari wilayahnya.
Pertanyaan lanjutannya, bagaimana teknisnya Pemprov dan Pemkab/Pemkot dapat memulangkan para Awak Kapal Perikanan Migran tersebut? Apakah uangnya bersumber dari anggaran Pemprov atau Pemkab/Pemkot?
Merujuk pada pasal 40 dan 41, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memulangkan menggunakan anggarannya. Untuk mempermudah itu memang memang harus ada peraturan ditingkat Provinsi/Kabupaten/Kota untuk menerbitkan Peraturan Daerah. Karena membelanjakan anggaran itu harus ada Perdanya, karena jika tidak, akan menimbulkan persoalan pertanggung jawaban anggaran di kemudian hari. Â
Yang paling aman pemerintah provinsi/kabupaten/kota menggunakan Pasal 52 huruf (c) yang berbunyi" Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan PMI yang ditempatkannya".Â
Maka pemprov/pemkab/pemkot dapat mendesak P3MI untuk melaksanakan kewajibannya yaitu menyelesaikan permasalahan pemulangan.
Ada alternatif pemulangan lain yang diatur dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasal 54 angka (1) berbunyi "Dalam hal korban berada di luar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat TPPO,Â
maka Pemerintah Republik Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban, dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara.
Namun untuk mendapatkan fasilitas pemulangan dari Perwakilan Indonesia di luar negeri dalam hal ini KBRI Somalia, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota harus melaporkan pidana TPPO kepada Polda atau Polres setempat.
 Karena Surat Laporan Polisi tersebut menjadi bukti bahwa para Awak Kapal Perikanan Migran tersebut merupakan korban TPPO. Untuk ditetapkan sebagai korban TPPO harus memenuhi unsur Proses, Cara dan Tujuan Eksploitasi.
Menurut pandangan penulis, para korban lima orang Awak Kapal Perikanan Migran tersebut sudah memnuhi unsur TPPO. Pada unsur Proses pemberangkatan ada kegiatan yang dilakukan oleh perekrut berupa tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan.Â
Pada unsur Cara, mereka ditipu dengan iming-iming akan mendapatkan upah besar, tetapi kenyataannya tidak mendapatkan upah sama sekali. Pada unsur Eksploitasi mereka mengalami kerja paksa. Salah satu unsur kerja paksa yaitu tidak digaji.
Kembali lagi kepada tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) dalam pelindungan PMI, sudah saatnya pada tahun 2022 ini, Pemerintah Daerah (provinsi, kabupaten/kota) untuk segera menerbitkan Perda. Karena perangkat Undang Undang dan peraturan perundang-undangannya yang menjadi payung hukum telah diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, yaitu:
- UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
- Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penempatan PMI oleh BP2MI;
- Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pelindungan PMI
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran;
- Permenaker Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Jaminan Sosial PMI;
- Permenaker Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan Komunitas PMI;
- Permenaker Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penempatan PMI;
- Permenaker Nomor 10 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pemberian Izin P3MI;
- Permenaker Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan PMI;
- Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 560/2999/Bangda Tahun 2021 Tentang Dukungan Layanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Provinsi dan Kabupaten/Kota
- Sejumlah Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia;
Dengan adanya Perda tersebut, tidak sulit bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk melindungi PMI termasuk didalamnya Awak Kapal Perikanan Migran yang berasal dari daerah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H