Mohon tunggu...
Bobi Anwar Maarif
Bobi Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, masa bakti 2019-2024. Asal Kabupaten Karawang. Sekretariat : Jl Pengadegan Utara I No 1A RT 08/06 Pancoran Jakarta Selatan Email: bobi@sbmi.or.id I Phone: 0852 8300 6797

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kritik untuk BPJS Pekerja Migran Indonesia

24 Maret 2021   18:30 Diperbarui: 24 Maret 2021   18:51 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen probadi pada saat kegiatan Konsinyering BPJS PMI tahun 2019 / dokpri

Kepala Badan Pelindugan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menilai dukungan negara dalam kebijakan Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (PMI) kurang adil. 

Dia mengkritik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI). 

Kata Benny Rhamdani, ketidak adilan itu tercermin dari dua hal yaitu: Pertama, BP Jamsostek hanya menanggung biaya PMI yang sakit karena kecelakaan kerja. Kedua, peembiayaan PMI yang sakit hanya untuk perawatan di dalam negeri. Ini kontradiksi dengan dengan keberadaan PMI yang tempat kerjanya di luar negeri. 

"Bagaimana mungkin PMI yang sakit harus pulang dulu ke Indonesia biar dapat biaya BPJS, ini tidak logis," tegasnya

Pernyataannya disampaikan usai sosialisasi Undang Undang No 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) di Blitar pada Jumat, 19 Maret 2021. 

Berdasarkan sejarahnya, program Jaminan Sosial PMI ini menggantikan program asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebagaimana diatur pada ayat 1 angka 18 dan 20, pasal 5 huruf d, pasa 29 ayat 1,2,3,4,5 UU PPMI. Asuransi TKI dinilai hanya menguntungkan perusahaan swasta yang menyelenggarakannya. Kritik satire pada saat itu, Asuransi TKI diumpamakan seperti celengan semar. Semua TKI harus membayar, tetapi ngeklaimnya susah. 

Menurut Catatan Akhir Tahun (Catahu) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tahun 2014, sepanjang 2006-2012 perusahaan Asuransi TKI berhasil mengumpulkan uang premi sebesar Rp 1.669.217.200.000 (satu triliun enam ratus enam puluh sembilan miliar dua ratus tujuh belas juta dua ratus ribu rupiah). Uang tersebut bersumber dari 4.173.043 TKI yang dipungut sebesar Rp 400.000.  Besar sekali bukan?

Analisa Catahu SBMI membeberkan, pada tahun 2013 perusahaan Asuransi TKI berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp.204,8 miliar dari 512.168 TKI yang berangkat ke luar negeri. Ditahun itu, dari 268.293 TKI yang mengajukan santunan, yang claimable dibayar oleh perusahaan Asuransi TKI hanya 3.776 orang saja, dengan besaran santunan sebanyak Rp 14,2 miliar atau 6,9 persen. Untung banyak. 

Bagaimana dengan BP Jamsostek untuk PMI? 

Saya pernah diundang kegiatan Sosialisasi dan Evaluasi pada 23 Desember 2019. Paparan Progres Tim Task Force Pekerja Migran Indonesia yang disampaikan oleh perwakilan BPJS PMI menyampaikan telah mengumpulkan iuran sebanyak Rp 244 miliar. Dari uang tersebut yang dikembalikan kepada PMI tidak lebih dari 2,4 %. Itupun akumulasi dari tahun 2018 sebanyak 1% & dan tahun 2019 sebanyak 1,4%. 

Silahkan teman-teman menilai sendiri, jika dibandingkan dengan celengan semar, mana yang masih lebih baik?

Apa kelamahan dari kebijakan Jaminan Sosial PMI?

Pertama. Penyelenggaraan Jaminan Sosial PMI mengikuti Undang Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Undang Undang ini ruang lingkupnya di dalam negeri. Tidak berlaku di luar negeri. 

Tidak heran jika Benny Rhamdani ngamuk-ngamuk karena dia dituntut oleh negara untuk melindungi seluruh PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki, tetapi anggaran untuk lembaganya sangat minim. Sementara ada uang banyak di BPJS PMI tetapi tidak bisa menjamin pelindungan PMI. Belum lama ini ada kabar dari senayan. Anggota Komisi 9 DPR juga mengkritik keras karena uang itu, alih-alih untuk pelindungn PMI justeru malah di investasikan.

Kedua. Ada tiga Program Jaminan Sosial PMI. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hati Tua (JHT). JKK dan JKM merupakan program wajib, sementara JHT sifatnya sukarela. 

Program tersebut untuk menjamin resiko sebelum bekerja, pada saat bekerja dan setelah bekerja (kepulangan). Iuran terbesar itu untuk menjamin resiko pada saat bekerja dan kepulangan, yaitu sebesar Rp 332.500, sementera untuk iuran sebelum bekerja hanya Rp 37.500.  Porsi yang terbesar itu menjadi tidak bermanfaat karena negara-negara tujuan PMI memiliki program Asuransi untuk smua Pekerja Migran, termasuk dari Indonesia.

Ketiga. Kontradiksi dalam batasan pengajuan. Pasal 25 angka 2 dan 26 angka 1 Permenaker No 18 tahun 2018 Tentang Jaminan Sosial PMI mengatur pengajuan santunan dibatasi 7 hari. Setelah pengajuan pertama, dilanjutkan pengajuan berikutnya. Jadi ada beberapa pengajuan. 

Sementara  pada pasal 29 angka 1 mengatur daluarsanya sampai 24 bulan sejak kecelakaan kerja atau kematian. Apa konsekwensi hukumnya? petugas layanan di lapangan dengan mudahnya akan menolak jika pengajuannya lebih dari 7 hari. 7 hari itu waktu yang sangat cepat pada situasi PMI sedang mengalami musibah. 

Keempat. Kantor layanan. Bagi calon PMI Mandiri mereka harus mengajukan kepada Dinas Ketenagakerjaan Provinsi, PMI program Goverment to Goverment mengajukan kepada BP2MI. PMI yang ditempatkan oleh P3MI mengajukan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pertanyaannya adalah kenapa tidak ke kantor BPJS Ketenagakerjaan saja, atau melalui aplikasi BPJSTKU. Bukankan BPJS telah memiliki 123 kantor cabang dan 202 kantor perintis di seluruh Indoneia? Jika di luar negeri wajar harus melapor ke Atase Ketenagakerjaan atau Staf Teknis Ketenagakerjaan.  

Kelima. Syarat klaim mempersulit. Contohnya syarat pendaftaran untuk sebelum bekerja syaratnya: KTP dan KK. Syarat untuk masa bekerja: paspor dan perjanjian kerja. Pada saat pengajuan klaim, syarat ini juga diajukan lagi, selain syarat-syarat tambahan lainnya sesuai resiko yang dijamin. Pertanyaannya kemudian, kenapa syarat yang sama harus diajukan lagi? Bukankah setelah pendaftaran itu diterbitkan kartu BPJS, dan sistemnya menyimpan data persyaratan peserta tadi? 

Keenam. Resiko yang dijamin lebih sedikit dibanding dengan Asuransi TKI. Program Asuransi TKI menjamin 13 resiko yang biasa dihadapi oleh TKI, contohnya PHK sepihak, menjadi korban pemerkosaan, hilang akal budi dan bantuan hukum. Sementara program Jaminan Sosial PMI menghilangkan semua itu. Meskipun ada resiko PHK, karena dia masuk dalam JHT yang sifatnya sukarela, kesimpulannya adanya sama dengan tidak ada. Begitu juga dengan resiko pemerkosaan dan hilang akal budi. Resiko ini bisa diklaim jika terjadi dalam ranah kecelakaan kerja. Hehe.

Pasal 3 UU PPMI berbunyi: Pelindungan Pekerja Migran Indonesia bertujuan untuk: a). menjamin pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai warga negara dan Pekerja Migran Indonesia; dan b). menjamin pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya.

Alhasil meskipun program ini menawarkan sejuta manfaat berupa santunan berupa uang, bea siswa bagi ahli waris, ganti transportasi dan rentetan jenis pengobatan, karena persoalan kebijakan diatas akhirnya hanya menjadi pemanis saja, jauh dari tujuan Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun