Pada Kamis, 18 Maret 2021 lalu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengunjungi Desa Dayu, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Kunjungan tersebut merupakan bagian dari road show sosialisasi Undang Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) ke 23 Provinsi. Sebelumnya, BP2MI memulai kegiatan itu di kantor Gubernur Jawa Timur, dengan melibatkan seluruh bupati dan wali kota se Jawa Timur.Â
Apa yang dilakukan oleh Benny Rhamdani sudah tepat, menjadikan desa sebagai sasaran program sosialisasi pelindungan PMI. Karena kebanyakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) berasal dari desa.Â
Sayangnya selama ini desa tidak dilibatkan dalam program pelindungan PMI. Desa menjadi ruang gelap, tidak ada cahaya informasi. Ruang gelap ini kemudian dikuasai oleh kerajaan calo. Alhasil biaya penempatan menjadi mahal. Praktik gelap itu tumbuh subur sampai setakat ini dibawah rezim UU 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Pelindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) yang serba memusat atau sentralistik.Â
Baru pada tahun 2017, peran desa mulai dimasukkan dalam kebijakan pelindungan PMI. Berdasarkan pasal 42 UU PPMI pemerintah desa diberikan tugas dan tanggung jawab yaitu: 1). menerima dan menyebarkan informasi permintaan pekerja dari Dinas Ketenagakerjaan. 2). melakukan verifikasi dan data calon PMI. 3). memfasilitasi pemenuhan persyaratan administrasi kependudukan calon PMI.  4). melakukan pemantauan keberangkatan dan kepulangan PMI. dan  5). melakukan pemberdayaan PMI dan keluarganya.Â
Dua bulan sebelum penerbitan UU PPMI, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sudah mulai membuat terobosan program Desa Migran Produktif (Desmigratif). Program ini diluncurkan pada 11 September 2017. Program ini memiliki 4 pilar yaitu: layanan migrasi, pengasuhan anak, usaha produktif, dan koperasi. Â Pada saat peluncuran, Kemnaker melibatkan 120 desa dari 60 kabupaten/kota pengirim PMI. Kemudian dari September 2019 sampai setakat ini sudah menjangkau 402 desa dari 314 kecamatan, 107 kabupaten/kota di 12 provinsi (data per Februari 2021).Â
Jika program ini dikembangkan terus, niscaya cahaya informasi akan menerangi kegelapan calon PMI dan keluarganya. Mereka keluar dari zaman kegelapan menuju cahaya. Dengan demikian mereka mendapatkan informasi Job Order atau permintaan calon PMI yang valid dari pemerintah, syarat-syaratnya yang jelas, biayanya jelas, tahapan yang jelas, dan perusahaannya juga jelas. Dan semua ifnormasi itu berasal dari pemerintah, bukan dari perantara (middle man).Â
Pengembangan program ini tentu tidak selalu berjalan mulus, selalu ada kendala teknis maupun non teknis. Pada saat program ini sampai, sudah dihadang oleh politik tingkat desa. Dominasi Kepala Desa akan memprioritaskan pendukungnya untuk menjadi pelaksana program. Dengan begitu dapat membayar utang politik pada saat pilkades. Walhasil, meskipun tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan teknis tentang layanan migrasi ketenagakerjaan. Teori the right man on the right job tidak dipalai. Dampak lanjutannya, dalam pelaksanaannya kurang sosialisasi dan pelibatan purna migran beserta anggota keluarganya.
Selain itu, dalam layanan migrasi ketenagakerjaan, pelaksanaan program ini bergantung pada asupan informasi dari BP2MI yang diberi kewenangan menerbitkan Surat Ijin Perekrutan PMI (SIP2MI). Jika koneksi dengan BP2MI berjalan baik, itu juga masih terkendala dengan kegigihan petugas Desmigratifnya. Apakah dia mau berinisiatif untuk menyebarkan informasi itu atau tidak. Jika tidak penyebaran maka kembali lagi ke zaman kegelapan. Tidak kalah pentingnya adalah persoalan honor atau biaya operasional yang dibayar berdasarkan perjanjian kerja dengan Kuasa Pengguna Anggaran Dirjen Binapenta.Â
Program desa sejenis juga dikembangkan oleh BP2MI. Program itu bernama Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM). KKBM dimulai sejak 2017, setakat ini sudah menjangkau 7.935 keluarga buruh migran di 49 desa dari 7 provinsi. Agak berbeda dengan Desmigratif, salah satu pilar KKBM adalah penanganan kasus dan pencegahan penempatan PMI secara ilegal atau unprosedural. Â
Pemerintah Pusat (Kemnaker dan BP2MI) harus melakukan komunikasi dengan pemerintah desa, karena program ini tidak selamanya disupport. Tugas berat Pemerintah Pusat adalah:
1. memastikan agar aturan pelaksana turunan UU PPPMI segera dirampungkan dan ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Daerah dan Desa;
2. memastikan sistem pelindungan PMI tersedia dan dapat diakses oleh seluruh petugas layanan hingga tingkat desa, bahkan oleh PMI;
3. menyiapkan dan memastikan adanya pemerintah desa yang mandiri dalam menyediakan sumber anggaran pelindungan PMI.Â
4. memastkan tersedianya Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang mengintegasikan seluruh tahapan migrasi ketenagakerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H