Pertama. Di Jakarta, perekrut dan calon PMI disatukan dalam satu tempat di gedung UPT BP2MI Ciracas. Ini sesuatu yang tidak lazim. Bagaimana mungkin dua pihak yang sedang berselisih tinggal dalam satu tempat. Situasi seperti ini tidak ada bedanya dengan di penampungan yang dirazia. Ada masalah ketimpangan relasi kuasa, dimana perekrut lebih dominan dari calon PMI. Lalu dimana melindungi calon PMI dari ujung rambut sampai ujung kakinya? Â
Kedua. Petugas BP2MI tidak mampu memilah tuntutan dari calon PMI yang menjadi korban sesuai teori victim centered approach. Sebagian dari mereka ingin diberangkatkan, dan sebagiannya lagi ingin uangnya dikembalikan. Bagi mereka yang ingin diberangkatkan ke luar negeri, kenapa BP2MI tidak memfasilitasi penempatan yang prosedural melalui P3MI yang resmi? Bagi korban yang menuntut pengembalian uang, kenapa tidak memerintahkan Pengacara yang sudah disewanya untuk melakukan gugatan perdata sederhana atau gugatan perdata umum, dan melaporkan kasus hukumnya kepada Mabes Polri, atas pertimbangan wilayah korban dari berbagai daerah. Tidak merujuk kasus hukumnya ke Polda Jabar, meskipun lokus deliktinya di Cirebon Jawa Barat.Â
Ketiga. Ini yang paling berbahaya. Tidak terjadinya asas kepastian hukum sehingga para korban terjerumus dalam siklus penempatan ilegal atau unprosedural secara berulang. Jadi dengan begitu bisa disimpulkan bahwa razia, sidah penggrebekan itu sia-sia saja, alias mubazir. Sepertinya Kepala BP2MI Benny Rhamdani harus bekerja keras lagi untuk melakukan super visi kepada bawahannya, dalam hal teknis penanganan paska razia.
Berdasarkan temuan. Solusi paska penggrebekan itu, perekrut membuat surat pernyataan diatas materai. Isinya bertanggung jawab memberangkatkan calon PMI ke Taiwan melalui PT Prigel Inti Sukses yang berlamat di Indramayu. Penelusuran berikutnya, perusahaan tersebut ternyata bukan P3MI yang tedaftar di Kemnaker. Perusahaan tersebut hanyalah pengelola Balai Latihan Kerja Luar Negeri yang tidak punya kewenangan untuk menempatkan.
Mengutip peryataan yang selalu diulang oleh Pak Benny Rhamdani, "Dalam upaya melakukan pelindungan PMI, melaksanakan Undang Undang, kami tidak hanya tajam ke luar, tetapi juga tajam ke dalam.". Â Semoga kalimat itu hanya dalam perkataan tetapi juga tindakan.Membentuk tim investigasi yang melibatkan masyarakat, untuk mengetahui siapa yang bermain di dalam. Hal ini harus dilakukan, agar razia-razia itu tidak hanya berakhir dalam jejak digital. Agar razia-razia itu tidak mubazir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H