Pada Selasa, 16 Maret 2021 lalu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani memimpin langsung sidak di dua penampungan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang direkrut secara unprosedur atau yang ilegal. Di Duren Sawit dan Apartemen Bassura City. Dari dua tempat itu Benny Rhamdani mengamankan 25 orang calon PMI yang akan ditempatkan oleh mafia ke Timur Tengah.Â
Sehari sebelumnya, BP2MI Juga melakukan hal yang sama di Bogor. Yang menarik dari sidak itu, justeru penampungan ilegal itu milik  PT Mafan Samudera Jaya, salah satu Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang sedang diskorsing oleh Kementerian Ketengakerjaan (Kemenaker) sejak 9 Maret 2021. Bandel ya, sudah diskorsing masih tetap saja melakukan perekrutan ilegal.Â
Dari sidak yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) BP2MI Jakarta itu, 4 dari 5 orang berhasil diamankan. Dari 4 orang tesebut, 2 berasal dari Lombok, 1 orang belum diketahui, dan 1 orang lagi berasal dari Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Selain 5 orang tersebut, sebelumnya sudah ada yang diberangkatkan ke Arab Saudi pada tanggal 31 Januari 2021. Padahal Arab Saudi merupakan salah satu dari 19 negara terlarang tujuan penempatan. Analisa BP2MI, para korban tidak terdata dalam Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKO2PMI). Ini menjadi bukti penempatannya unprosedur atau ilegal.
Berdasarkan analisa peneliti, 80% sumber permasalahan kasus itu terjadi di hulu (di dalam negeri). Razia penampungan ilegal merupakan bagian dari solusi penanganan kasus di dalam negeri. Menurut Benny Rhamdani, Â BP2MI atas nama negara memberikan pelindungan kepada calon PMI agar bisa berangkat secara benar, secara baik, memeuhi kaidah-kaidah yang diatur oleh Undang Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).Â
"Penempatan ilegal masih tetap terus marak, yang dilakukan oleh mereka yang kami sebut sindikat atau mafia. Saya ingin katakan dalam kesempatan sore ini, kami tidak akan pernah peduli siapapun mereka, berapapun besar modal kapital yang mereka miliki, siapapun yang membekingi mereka, apakah mereka dari oknum-oknum yang memiliki atributif-atributif kekuasaan atau lainnya, dan sesungguhnya kami sudah tegaskan menabuh genderang perang melawan sindikat pengiriman ilegal sebagaimana tanggung jawab BP2MI memberikan pelindungan dari ujung rambut sampai ujung kaki kepada PMI sebagaimana perintah Presiden Republik Indonesia," tegas Benny Rhamdani berapi-api saat konprensi pers (15/3/2021).
Diakhir konpres itu Benny Rhamdani menjelaskan  bahwa negara tidak melarang setiap warga negara untuk memilih bekerja di luar negeri, untuk mewujudkan mimpi-mimpi indahnya, agar satu saat bisa sejahtera setelah dia menyelesaikan kontrak pekerjaan.  Tapi negara megatur agar bekerja dengan cara yang benar, menempuh mekanisme yang benar, bekerja melalui perusahaan-perusahaan yang memiliki legitimasi yang benar.Â
Benny Rhamdani juga megingatkan kepada para perusahaan penempatan, bahwa pemerintah memiliki undang-undang yang sangat ketat mengatur dalam hal perekrutan dan penempatan. Â (BP2MI) tidak ada niat sedikitpun untuk tidak bekerjasama dengan para P3MI sepanjang mematuhi semua aturan main yang berlaku di negara ini.
Berdasarkan pantauan media, dibawah kepemimpinannya, BP2MI memang sangat getol melakukan razia penampungan ilegal. Sepanjang tahun 2020 BP2MI berhasil membongkar 9 tempat penampungan ilegal calon Pekerja Migran Indonesia. Pertanyaannya, setelah keberhasilan merazia penampungan-penampungan ilegal itu, apa yang dilakukan BP2MI kemudian? Apakah diiringi dengan keberhasilan lainnya dalam menjawab persoalan yang timbul kemudian? Apakah kasus hukumnya berlanjut? Apakah kasus keperdataannya bisa direbut? Apakah penempatan PMI yang prosedural itu dapat terwujud?Â
Menurut pengalaman Serikat Buruh Migran Indonesia, keberhasilan Benny Rhamdani dalam merazia penampungan ilegal, tidak dilanjutkan dengan keberhasilan penanganan kasus sesudahnya. Petugas BP2MI sepertinya tidak memiliki exit strategi.Â
Pada kasus penggrebekan di Plumbon Cirebon pada tanggal 18 Oktober 2020, perekrut calon PMI, diduga kuat melanggar UU PPMI dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pelanggaran UU PPMI karena melakukan penempatan perseorangan tanpa melalui P3MI yang teregistrasi di Kemnaker. Pelanggaran TTPO karena telah memenuhi tiga unsurnya yaitu Cara, Proses dan Tujuan atau Ekspoiltasi. Beberapa dari 52 korbannya melaporkan, sudah diproses hampir satu tahun tidak diberangkatkan ke Taiwan, sementara mereka sudah membayar hingga Rp 50 juta. Usai penggerebekan itu, BP2MI menciduk sponsor perekrut, dan membawa 6 orang calon PMI ke Jakarta untuk dimintai keterangan.Â
Apa masalahnya yang terjadi?
Pertama. Di Jakarta, perekrut dan calon PMI disatukan dalam satu tempat di gedung UPT BP2MI Ciracas. Ini sesuatu yang tidak lazim. Bagaimana mungkin dua pihak yang sedang berselisih tinggal dalam satu tempat. Situasi seperti ini tidak ada bedanya dengan di penampungan yang dirazia. Ada masalah ketimpangan relasi kuasa, dimana perekrut lebih dominan dari calon PMI. Lalu dimana melindungi calon PMI dari ujung rambut sampai ujung kakinya? Â
Kedua. Petugas BP2MI tidak mampu memilah tuntutan dari calon PMI yang menjadi korban sesuai teori victim centered approach. Sebagian dari mereka ingin diberangkatkan, dan sebagiannya lagi ingin uangnya dikembalikan. Bagi mereka yang ingin diberangkatkan ke luar negeri, kenapa BP2MI tidak memfasilitasi penempatan yang prosedural melalui P3MI yang resmi? Bagi korban yang menuntut pengembalian uang, kenapa tidak memerintahkan Pengacara yang sudah disewanya untuk melakukan gugatan perdata sederhana atau gugatan perdata umum, dan melaporkan kasus hukumnya kepada Mabes Polri, atas pertimbangan wilayah korban dari berbagai daerah. Tidak merujuk kasus hukumnya ke Polda Jabar, meskipun lokus deliktinya di Cirebon Jawa Barat.Â
Ketiga. Ini yang paling berbahaya. Tidak terjadinya asas kepastian hukum sehingga para korban terjerumus dalam siklus penempatan ilegal atau unprosedural secara berulang. Jadi dengan begitu bisa disimpulkan bahwa razia, sidah penggrebekan itu sia-sia saja, alias mubazir. Sepertinya Kepala BP2MI Benny Rhamdani harus bekerja keras lagi untuk melakukan super visi kepada bawahannya, dalam hal teknis penanganan paska razia.
Berdasarkan temuan. Solusi paska penggrebekan itu, perekrut membuat surat pernyataan diatas materai. Isinya bertanggung jawab memberangkatkan calon PMI ke Taiwan melalui PT Prigel Inti Sukses yang berlamat di Indramayu. Penelusuran berikutnya, perusahaan tersebut ternyata bukan P3MI yang tedaftar di Kemnaker. Perusahaan tersebut hanyalah pengelola Balai Latihan Kerja Luar Negeri yang tidak punya kewenangan untuk menempatkan.
Mengutip peryataan yang selalu diulang oleh Pak Benny Rhamdani, "Dalam upaya melakukan pelindungan PMI, melaksanakan Undang Undang, kami tidak hanya tajam ke luar, tetapi juga tajam ke dalam.". Â Semoga kalimat itu hanya dalam perkataan tetapi juga tindakan.Membentuk tim investigasi yang melibatkan masyarakat, untuk mengetahui siapa yang bermain di dalam. Hal ini harus dilakukan, agar razia-razia itu tidak hanya berakhir dalam jejak digital. Agar razia-razia itu tidak mubazir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H