Pasal 30 Undang Undang No 18 tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) mengatur bahwa Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak boleh dibebani biaya penempatan. Kemudian secara teknis Peraturan Badan Nasional Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) No. 9 Tahun 2020 mengaturnya lebih rinci.Â
Dalam Perban itu, ada 10 jenis pekerjaan PMI yang dibebaskan dari biaya penempatan yaitu: 1). pengurus rumah tangga, 2). pengaasuh bayi, 3). pengasuh anak, 4). pengasuh lansia, 5). juru masak, 6). supir keluarga, 7). perawat taman, 8). petugas kebersihan, 9). pekerja ladang, dan 10). awak kapal perikanan.Â
Perban tersebut diterbitkan pada tanggal 14 Juli 2020. Pada awalnya Perban tersebut seharusnya sudah berlaku pada 15 Januari 2021. Namun karena prasyaratnya belum terpenuhi akhirnya, pemberlakuannya ditunda hingga bulan Juli 2021. Pertanyaannya apa saja prasyarat tersebut, sehingga PMI benar-benar dibebaskan dari biaya penempatan?
Pertama, pemerintah harus menghapus praktik percaloan. Praktik percaloan dalam perekrutan PMI sudah menjadi pengetahuan umum. Perusahaan Penempatan PMI (P3MI) tidak bisa merekrut secara langsung karena keterbatasan sumber daya manusia yang dimilikinya. Akhirnya P3MI ketergantungan pada calo. Persoalannya jasa calo perekrutan calon PMI sangat mahal, sementara P3MI juga tidak mau keuntungannya berkurang. Ujungnya biaya penempatan dibebankan kepada PMI yang harus dibayar melalui potongan gaji.Â
Sampai disini, harus ada terobosan dengan cara memutus rantai perekrutan. Sudah banyak contoh baik dalam meghapus praktik percaloan, seperti pembelian tiket kereta api dan pesawat secara online. Perlu adanya sistem informasi ketenagakerjaan. Sejatinya UU PPMI sudah memandatkan kepada pemerintah pusat untuk membangun sistem yang dinamakan Sistem Informasi Terpadu (pasal 39 huruf d). Dan sebenarnya Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI juga sudah membangun sistem ini, sayangnya aplikasinya masih belum bersahabat dengan pengguna handphone.Â
Jika sistem informasi tersebut dikembangkan seperti aplikasi gojek atau shopee misalnya, niscaya praktik percaloan dapat diminimalisir. Terlebih lagi jika promosi tentang aplikasi itu dilakukan secara massif. Tetapi sampai kapan harus menunggu sistemnya ideal? Tidak ada yang bisa memastikan. Maka P3MI yang memiliki Job Order harus berinisiatif mencari alternatif, misalnya mungkin dengan menggunakan marketplace facebook. Bisa saja kan!Â
Kedua, harus ada kebijakan anggaran untuk pelatihan. Mengacu pada sejumlah peraturan Menteri Ketenagakerjaan terdahulu, salah satu biaya penempatan PMI yang paling mahal adalah komponen biaya pelatihan, biayanya mencapai Rp 8 juta.Â
Ancurnya, pelatihannya dilakukan asal-asalan, karena komponen biaya ini sebenarnya digunakan untuk membayar jasa calo. Dampak lanjutannya adalah, P3MI mengirimkan calon PMI yang tidak terampil. Dan jika PMI yang dikirim ke luar negeri itu tidak terampil, maka dipastikan akan mengalami banyak permasalahan di tempat kerjanya. Â Â
Untuk mengatasi masalah ini, biaya pelatihan kedepan akan disubsidi oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten yang anggarannya bersumber dari fungsi pendidikan (pasal 39 huruf o).Â
Bagaimana agar masing-masing struktur pemerintah itu secara bersama bisa menganggarkan biaya pelatihan?Â
Semua struktur pemerintah harus menerbitkan aturan. Pemerintah Pusat harus menerbitkan dua Peraturan Pemerintah (PP) yaitu: PP Pelaksanaan Pelindungan PMI dan PP Pelindungan Pelaut Awak Kapal. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten juga harus menerbitkan Perda Pelindungan PMI dari daerahnya.Â