Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara kembali mengalami kebakaran hebat pada Jumat (3/3/2023) sekitar pukul 20.30 WIB. Kebakaran ini menewaskan 17 korban dan melukai setidaknya 50 orang.Â
Depo Pertamina Plumpang ini adalah terminal BBM yang vital bagi Indonesia. Sebabnya, Depo Pertamina Plumpang menyuplai sekitar 20% kebutuhan BBM harian di Indonesia. Depo yang berdiri sejak 1974 ini menyuplai sekitar 25% dari total kebutuhan harian SPBU Pertamina.
Depo Plumpang sebagai objek vital nasional
Depo Plumpang adalah objek vital nasional. Betapa tidak, terminal BBM ini memiliki kapasitas tangki penimbun hingga 291.889 kiloliter.
Depo Pertamina Plumpang menyalurkan produk dengan varian lengkap macam Premium, Pertamax, Pertalite, Pertamax Turbo, Bio Solar, Dex, hingga Dexlite.
Penyaluran produk tersebut menggunakan Terminal Automation System (TAS) berkelas dunia yang biasa disebut New Gantry System ke kompartemen 249 unit mobil tangki. Demikian dilansir dari kompas.tv.Â
Kebakaran yang kembali terulang
Sebelum kebakaran pada Jumat (3/3) malam, Depo Plumpang juga pernah mengalami kebakaran pada 2009 silam. Kebakaran yang terjadi pada Minggu, 18 Januari 2009 atau 14 tahun silam disebabkan oleh kesalahan manusia.
Susno Duaji yang kala itu Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyebutkan bahwa api penyebab kebakaran berasal dari gesekan antara slot ukur dan alat pengambil sampel BBM. Percikan api lalu menyambar BBM dan kelalaian ini menyulut kebakaran hebat.Â
Kebakaran pada 2009 itu menyebabkan seorang petugas depo tewas.Â
Solusi mencegah jatuhnya korbanÂ
Depo Pertamina Plumpang sebagai objek vital nasional ternyata memiliki sejumlah kelemahan mendasar. Yang paling tampak adalah bahwa letaknya terlalu dekat dengan perkampungan warga.Â
Dilihat dari peta Google, letak Depo Pertamina ini persis berdekatan dengan perkampungan warga di Plumpang.Â
Relokasi warga kiranya patut dipertimbangkan sebagai solusi pencegahan jatuhnya kembali korban. Memang tidak mudah menata hal ini, namun demi kebaikan bersama hal ini perlu diperhatikan.
Kelemahan kedua adalah relatif lambatnya sistem deteksi dini kebakaran. Kebakaran yang baru saja terjadi membuktikan hal itu. Api dengan cepat membesar dan menjalar sampai ke permukiman warga sekitar. Jatuhnya korban jiwa hingga 17 orang sangatlah kita sayangkan.Â
Cukupkah pengawasan 24 jam di objek vital seperti Depo Plumpang ini? Bagaimana pengoptimalan sistem CCTV, detektor asap dan panas yang ada?
Sistem deteksi dini kebakaran dan sistem gerak cepat pemadaman api kiranya perlu dibenahi. Apakah warga sekitar cukup mendapatkan pembekalan situasi darurat jika terjadi kebakaran di Depo Plumpang?Â
Apakah akses jalan memadai untuk memadamkan api? Apakah ada hidran pemadam kebakaran yang tersedia dan mudah diakses?Â
Sungguh, tragedi terbakarnya kembali Depo Plumpang adalah pekerjaan rumah kita bersama. Jangan ada lagi korban jatuh untuk suatu hal yang sejatinya bisa diantisipasi lebih baik lagi. Salam peduli.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H