Pemeringkatan oleh edurank ini cukup sahih karena edurank menilai berdasarkan reputasi, kinerja penelitian, dan dampak alumni. Lembaga ini memproses 843 ribu kutipan yang diterima oleh 446 ribu publikasi yang dibuat oleh 562 universitas di Indonesia, mengukur popularitas 517 alumni yang diakui, dan memanfaatkan database tautan terbesar yang tersedia untuk menghitung keunggulan non-akademik tiap universitas.
Jika dua universitas ternama Indonesia saja masih berada di peringkat 500-an dan bahkan (nyaris) 700-an dunia, bisa kita bayangkan berapa peringkat universitas lain di negeri kita ini.
Universitas dan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia memang masih kalah jauh dibandingkan kampus di sejumlah negara tetangga, terutama Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Itu baru soal peringkat akademik saja, belum menyangkut transparansi penyelenggaraan pendidikan yang jujur, aman, dan adil.Â
Cukup sering kita mendengar terjadinya kasus skandal pelecehan seksual oleh dosen dan staf universitas di Indonesia. Yang muncul dalam berita dan yang dilaporkan ke penegak hukum hanya sebagian kecil saja dari fenomena gunung es yang terjadi.
Tambah lagi, perilaku koruptif dan manipulatif yang merongrong martabat pendidikan (tinggi) kita. Termasuk apa yang diduga kuat terjadi di Unhas.
Ada saja universitas di Indonesia yang mengobral gelar kepada pejabat dengan dalih gelar doktor kehormatan (honoris causa), meski sejatinya dampak kiprah yang bersangkutan belumlah kuat.
Ada saja universitas di Indonesia yang menawarkan "jalan tol" bagi mereka yang mampu dan berkuasa untuk meraih gelar akademik dengan mudah.
Potret buram pendidikan Indonesia
Ungkapan "orang miskin dilarang sekolah dan kuliah" benar-benar menjadi kenyataan di sejumlah kasus. Inilah potret buram pendidikan kita, yang harus kita akui dan kita benahi.