Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Pemulung Dilarang Masuk" vs 3 Cara Menghargai Pemulung di Sekitar Kita

17 September 2022   04:31 Diperbarui: 17 September 2022   04:31 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu pekerjaan yang sering sekali mendapat cap buruk dari masyarakat meskipun pekerjaan itu sejatinya baik adanya: pemulung. 

Tengoklah di gang-gang ada tulisan: "Pemulung Dilarang Masuk". 

Memang benar, ada pemulung yang tidak jujur. Akan tetapi, tidak berarti semua pemulung jahat. 

Tulisan "Pemulung Dilarang Masuk" sejatinya menyakiti hati para pemulung. Seolah mereka ditolak mentah-mentah. Padahal, lebih banyak pemulung jujur. Justru kita perlu 3 cara menghargai pemulung di sekitar kita. 

Potret para pemulung di Yogyakarta

Minggu-minggu ini saya beberapa kali mengamati para pemulung di kawasan Jalan Lingkar Utara Yogyakarta. Di pagi hari, mereka sudah menyusuri jalanan untuk mengais sampah.

Ada pula pemulung yang mencari sampah pada senja hari. Tujuannya untuk segera memanfaatkan sampah yang dibuang masyarakat pada jam sekolah dan kerja. 

Rata-rata para pemulung berjalan kaki. Sebagian kecil menggunakan gerobak. Sebagian kecil lainnya menggunakan sepeda motor. Artinya, di kalangan pemulung sendiri rupanya ada perbedaan sosial berdasarkan pendapatan dan sarana yang mereka gunakan sehari-hari.

Para pemulung menyetorkan sampah pada pengepul. Di tingkat pengepul inilah ada proses pembelian sampah berdasarkan nilai ekonominya.

Seorang pemulung berkata, harga tutup botol air mineral lebih tinggi daripada harga botol plastik mineral. Itulah mengapa para pemulung memisahkan tutup botol dari botol plastik. 

Demikian pula harga kertas, pecahan kaca, besi, dan aneka ragam sampah lainnya berbeda-beda sehingga para pemulung perlu memisahkan sampah demi mendapatkan harga jual yang baik.

Adanya para pemulung dan pengepul sampah ini sejatinya bukan ancaman, melainkan kawan bagi masyarakat dan alam semesta. Tanpa para pemulung dan industri daur ulang sampah, sampah akan melimpah tak terkendali.

Kota Yogyakarta dan banyak kota besar lainnya sudah kelabakan mengelola sampah. Bisa dibayangkan bila tiada pemulung dan pelaku usaha daur ulang sampah. Problematika sampah akan semakin bikin marah dan gelisah. 

Yogyakarta Darurat Sampah, Apa Hikmah untuk Tata Kelola Kota-Kota Indonesia?

Pengetahuan tentang dunia pemulung dan harga sampah ini sejatinya penting juga bagi masyarakat umum. Kita sebaiknya menghargai sampah yang nyatanya bisa menghidupi para pengepul dan pemulung sampah beserta keluarga mereka.

Ada setidaknya 3 cara kita menghargai para pemulung di sekitar kita:

1. Memilah sampah sejak dari rumah tangga, sekolah, dan kantor

Jika lingkungan terdekat kita belum atau tidak bisa mengelola daur ulang sampah, kita bisa memanfaatkan jasa para pemulung dan pengepul sampah. Akan tetapi, sampah perlu kita pilah sejak awal agar pemulung mudah menjualnya dengan harga yang baik.

2. Menjaga kebersihan sampah dan tempat sampah

Mungkin agak sedikit ganjil, namun benar adanya. Sampah dan tempat sampah juga perlu kita jaga kebersihannya. Dalam arti, sampah kering jangan dikotori sampah basah. 

Tempat sampah juga perlu dijaga agar rapi dan tidak sangat berbau. Tentu saudara-saudari kita yang menjadi pemulung sampah akan bahagia bekerja kala sampah dan tempat sampah kita jaga kebersihannya. 

3. Menyumbangkan sampah secara bersama dan berkala

https-asset-kgnewsroom-com-photo-pre-2022-02-21-b39932b0-53e1-43f7-b77c-519af51e4f65-jpg-6324a7294addee64156151e2.jpg
https-asset-kgnewsroom-com-photo-pre-2022-02-21-b39932b0-53e1-43f7-b77c-519af51e4f65-jpg-6324a7294addee64156151e2.jpg
Kegiatan pemilahan sampah di Kota Yogyakarta (Kompas/Haris Firdaus)Kita bisa menyumbangkan sampah yang sudah kita pilah dari rumah, kantor, dan sekolah. Para pemulung akan sangat bahagia menerima sampah terpilah yang secara bersama dikumpulkan masyarakat. 

Ajaklah bicara pemulung dan komunitas pemulung yang biasa beroperasi di kawasan Anda. Mereka adalah insan budiman yang akan luluh juga jika kita sapa dengan kebaikan. 

Justru keluarga, kantor, dan sekolah bisa menjalin kerjasama erat dengan para pemulung agar volume sampah tak terpilah bisa kita kurangi. 

Beberapa rumah ibadah juga sudah mendirikan bank sampah yang mengumpulkan sampah dari umat atau jemaat. Ini hal yang sangat mulia. 

Akhirulkalam, para pemulung bukanlah ancaman. Sampah melimpah ruah dan sikap kita yang tak peduli pada pemilahan dan daur ulang sampahlah yang menjadi ancaman. 

Kita perlu secara kritis memikirkan ulang perlakuan kita terhadap para pemulung dan pelaku daur ulang sampah. Masihkah relevan tulisan "Pemulung Dilarang Masuk"? 

Alih-alih menulis larangan yang "pukul rata" seperti itu, bukankah lebih baik menulis: "Terima kasih pada para pemulung budiman. Mari kita kerjasama indahkan lingkungan." 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun