Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Perlukah KUHP Atur Dukun Santet?

28 September 2022   11:04 Diperbarui: 28 September 2022   11:07 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perlukah RUU KUHP atur dukun santet? (Tingey Injury Law Firm on Unsplash)

Tahukah Anda bahwa RUU KUHP yang baru memuat pasal yang mengatur dukun santet? Apa sebenarnya yang mendasari draf RUU KUHP yang kontroversial ini? Perlukah RUU KUHP mengatur dukun santet dan "pemilik" kekuatan gaib?

Pasal 252 Ayat (1) RUU KUHP menyebutkan, setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.

Hukuman alternatifnya adalah pidana denda paling banyak Kategori IV sebesar Rp200 juta.

Jika setiap orang melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (vide Ayat 2).

Latar belakang "ayat dukun santet"

RUU KUHP memuat ayat yang mengatur dukun santet guna mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. 

RUU KUHP yang memuat aturan ilmu hitam ditujukan demi mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun santet.

Hukum anti-takhayul (dukun santet) di India

Sejatinya bukan pertama kali sebuah negara (akan) menerapkan hukum yang mengkriminalisasi praktik ilmu santet atau ilmu hitam. 

India memperkenalkan RUU anti-takhayul pada tahun 2003 dengan judul "Jadu Tona Andhshradha Virodhi". Usulan RUU India ini menjadi usulan RUU pertama di dunia yang membahas hukuman bagi praktisi ilmu hitam.

Akan tetapi, definisi takhayul dianggap terlalu luas oleh sebagian besar pihak yang menentang keras undang-undang tersebut. Apa yang akan menjadi kepercayaan dan iman bagi satu orang mungkin merupakan takhayul dan kepercayaan buta bagi orang lain.

Pemerintah negara bagian Maharashtra mengesahkan RUU Anti-Takhayul dengan judul "Pencegahan dan Pemberantasan Pengorbanan Manusia Maharashtra dan Praktik Tidak Manusiawi dan Undang-Undang Ilmu Hitam lainnya" pada  2013. 

Undang-undang tersebut bertujuan untuk melarang ilmu hitam, pengorbanan manusia, penggunaan sihir untuk mengobati penyakit, dan praktik takhayul. 

Undang-undang ini bertujuan untuk mengurangi takhayul yang mengakibatkan kerugian moneter dan kerugian fisik. Jika terbukti bersalah, penjahat menghadapi hukuman antara enam bulan dan tujuh tahun penjara dan denda minimal satu juta rupiah.

Kelemahan hukum yang atur dukun santet

Pasal 252 Ayat (1) RUU KUHP menyebutkan, setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan karena tindakannya merugikan orang lain dapat dipidana.

Kelemahan utama hukum "dukun santet" ini adalah sulitnya pendefinisian dan pembuktikan "pemilik kekuatan gaib". Sangat sulit membuktikan seseorang merugikan orang lain karena kekuatan gaib.

Dalam epistemologi, kemampuan  peramal (clairevoyant) diakui sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan. Artinya, diakui adanya orang-orang yang bisa mengetahui sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi. 

Masalahnya, kemampuan "gaib" ini berada di luar jangkauan ilmu logika empiris yang antara lain mendasarkan diri pada hukum sebab dan akibat. 

Ilmu fisika masih belum dapat menjelaskan fenomena tumbuhnya kawat dari perut seseorang wanita di Kalimantan Timur. 

Dilansir Kompas pada 2008, hasil rontgen menggunakan peralatan MS CT scanning milik RSU AWS, Jumat (11/7), jumlah kawat yang ada di tubuh wanita itu berjumlah 30 kawat.

Bagaimana membuktikan bahwa kawat di tubuh wanita itu "dikirim" oleh seseorang praktisi ilmu gaib? Mustahil jika kita menggunakan ilmu modern sekalipun. 

Kelemahan kedua hukum "dukun santet" itu adalah kesulitan menentukan pelaku utama dari "tindakan menyantet". 

Jikapun seorang dukun santet mengakui bahwa dialah yang melakukan praktik santet yang merugikan korban, bagaimana dengan orang yang menyuruh dukun santet ini?

Sepertinya draf RUU tidak mengatur mengenai orang yang memerintahkan tindakan gaib untuk merugikan orang lain. 

Kelemahan ketiga hukum "dukun santet" ini adalah potensinya menjadi pasal karet.

RUU dukun santet ini berpotensi menjadi pasal karet karena banyak sekali kelemahan dari segi pembuktian. Pada akhirnya, kesaksian orang-orang (yang seringkali kesaksian palsu) pun digunakan sebagai salah satu alat bukti. 

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa para saksi di bawah sumpah pun ada yang berani berbohong. Kasus-kasus yang alat buktinya lemah bisa menyeret orang tak bersalah ke dalam penjara. 

Kesimpulan kita, DPR perlu menyadari dampak dan kelemahan RUU KUHP "dukun santet" ini. Untuk mencegah tindakan main hakim sendiri, sejatinya sudah ada pasal-pasal yang mengaturnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun