Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengapa Masyarakat Pedalaman Tak (Mau) Protes kala Harga BBM dan Sembako Naik?

8 April 2022   05:59 Diperbarui: 8 April 2022   06:04 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kabar kenaikan harga BBM dan sembako biasanya menjadi buah bibir di media massa nasional. Warganet juga ramai membincangkan di media sosial.

Sebagian mahasiswa pun berontak dan turun ke jalan untuk mengadakan demonstrasi menentang (rencana) kenaikan harga BBM dan juga sembako. Intinya, masyarakat terkesan riuh mempersoalkan urgensi kenaikan harga bensin dan sembako.

Hanya saja, sering tidak kita sadari bahwa masyarakat pedalaman Indonesia selama ini tidak (mau) protes kala harga bensin dan sembako naik. Cobalah mencari berita "demonstrasi masyarakat pedalaman menentang kenaikan harga sembako". Nihil.

Saya berkesempatan menjalani magang selama satu tahun di pedalaman Kalimantan beberapa tahun silam. Saya sendiri mengamati, tema kenaikan harga BBM dan sembako sangat jarang dibicarakan masyarakat pedalaman.

Bukan karena mereka tidak (mau) protes. Akan tetapi, sejak lama masyarakat pedalaman "dibiasakan" dengan harga BBM dan sembako yang jauh lebih tinggi dari harga di Jawa.

Meskipun pemerintah secara tertulis menetapkan kebijakan BBM satu harga, toh harga BBM di pedalaman umumnya tetap lebih tinggi daripada di Jawa. Hal ini karena mata rantai distribusi dan biaya distribusi yang panjang dan mahal di pedalaman.

Demikian pula dengan harga sembako yang mayoritas diproduksi di pabrik-pabrik di Jawa dan Sumatera. Ketika dijual di warung-warung pedalaman Kalimantan, harganya bisa berlipat-lipat. Tergantung jarak dan panjang mata rantai distribusinya.

Dilansir Tribun Papua, di distrik-distrik pelosok seluruh Tolikara harga BBM bensin dan solar melonjak lebih tinggi kira-kira Rp 100.000 per liter pada 1/4/2022.

Hal ini menandakan, pembangunan masih belum merata di penjuru Indonesia tercinta. Yang patut diapresiasi adalah upaya pemerintah kita dalam membangun infrastruktur transportasi di daerah luar Jawa sehingga setidaknya distribusi lebih lancar. 

Bukan hanya soal harga, kesegaran produk sembako juga menjadi masalah di pedalaman. Saya mengalami sendiri ketika membeli bahan pangan di kios di pedalaman Kalimantan sekian tahun lampau. Saya harus cermat memilih telur karena telur di kios itu sudah lama berada di jalan ketika didistribusikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun