Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Orang Kaya Sungguhan vs Crazy Rich ala Medsos, Bedanya Ada pada Dua Sikap Mendasar

10 Maret 2022   18:39 Diperbarui: 10 Maret 2022   18:57 2790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harian Kompas memuat berita daftar tujuh orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes. Mereka adalah R. Budi dan Michael Hartono, keluarga Widjaya, Anthoni Salim, Sri Prakash Lohia, Prajogo Pangestu, Chairul Tanjung, dan Susilo Wonowidjojo.

Tentu tidak ada nama-nama crazy rich ala medsos dalam daftar Forbes itu karena secara faktual para crazy rich tidaklah sekaya 7 konglomerat top Indonesia. 

Kekayaan Susilo Wonowidjojo, pengusaha perusahaan rokok di Kediri saja diperkirakan sekitar Rp.68 triliun. Sementara pesawat jet pribadi milik sepasang crazy rich "hanya" seharga sekitar 214 miliar rupiah. 

Tanpa bermaksud merendahkan para crazy rich yang jujur dan merangkak dari bawah, secara faktual total kekayaan mereka memang belum sebanyak tujuh konglomerat top Indonesia. 

Pernyataan di atas pun adalah perkiraan saja karena yang mengetahui persis harta kekayaan setiap orang hanya dua yang pasti: Tuhan dan pemilik harta. Kantor pajak mungkin juga tahu sebagian. 

Perbedaan pada dua sikap mendasar

Menurut hemat saya, ada perbedaan sikap mendasar antara orang kaya sungguhan dan crazy rich ala medsos. 

Pertama, orang kaya sungguhan cenderung tidak pamer harta di medsos

Perlu kita sadari, nama-nama tujuh konglomerat di atas adalah termasuk generasi "tua" yang tentu tidak lahir di masa gempita media sosial. Ini secara faktual mempengaruhi kecenderungan mereka untuk tidak pamer harta di media sosial.

Berbeda sekali dengan para crazy rich ala medsos yang gemar pamer harta. Dalam istilah kekinian, inilah yang disebut flexing. Kamus Oxford mencatat kata kerja flex sebagai kata slang yang berarti "menunjukkan bahwa Anda sangat bangga atau senang sesuatu yang Anda lakukan atau miliki, biasanya dengan cara yang membuat orang tidak nyaman."

Salah satu contoh yang disajikan kamus Oxford itu adalah mengenai kebiasaan pamer jumlah uang yang dimiliki. Menariknya, ini yang sangat sering dilakukan para crazy rich Indonesia di media sosial. Pamer jumlah saldo di rekening bank. 

Para crazy rich juga gemar membuat konten berupa liburan ke luar negeri, perhiasan dan baju mewah, makanan selangit, mobil mewah, dan acara-acara eksklusif "crazy rich". 

Konten-konten ini memang ambigu. Di satu sisi, konten ini bisa diambil hikmahnya untuk memacu orang bekerja meraih kesuksesan. Akan tetapi, tidak jarang justru menjadi ajang flexing yang melukai perasaan orang sederhana yang makan sehari-hari saja sulit.

Tentu tidak semua crazy rich hanya pamer doang. Ada pula yang berjiwa sosial dengan membuka lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan sosial. Juga secara diam-diam atau tidak dijadikan konten. 

Keseharian orang kaya sungguhan justru biasanya jauh dari pamer harta. Saya mengenal satu-dua donatur yang punya aneka usaha di Indonesia. Mereka ini orang-orang kaya yang bersahaja dan peduli sesama. 

Salah satu dari mereka tertipu miliaran dari mitra kerja, tetapi tetap tenang dan tetap berderma karena tahu, harta hanya titipan Tuhan. 

Salah satu bos terkaya di Indonesia dikenal suka jajan tahu pong di Semarang. Ia datang dengan mobil sejuta umat dan pakaian sederhana. 

Itulah definisi kaya yang sebenarnya: bukan pamer penampilan, tapi aset yang memberdayakan sesama dan hati yang bahagia dalam kesederhanaan.

Kedua, orang kaya sungguhan tidak mencari, tapi dicari (pengikut)

Perbedaan mencolok antara orang kaya sungguhan dan crazy rich ala medsos adalah bahwa orang kaya sungguhan tidak mencari, tetapi dicari (pengikut).

Crazy rich ala medsos biasanya malah semangat mencari pengikut baru. Mungkin untuk promosi usaha dan menambah kepercayaan diri mereka. 

Orang kaya sungguhan biasanya malah ingin privasi dan sudah merasa paripurna. Ingin hidup damai. Tidak lagi mencari pengakuan orang lain. Menikmati pekerjaan dan kebersamaan bersama orang terdekat. Beribadah dan berderma di sisa hidup. 

Seorang pendidik dalam kehidupan saya pernah mengajarkan, "Belajarlah dan asahlah dirimu agar orang mencarimu karena kualitas dirimu. Orang yang berkualitas akan dicari orang."

Ya, orang-orang kaya sungguhan biasanya dicari warga masyarakat yang ingin mendapatkan pekerjaan, bantuan modal, pertolongan ekonomi, dan inspirasi hidup. 

Saya pernah membaca sebuah kisah di Twitter. Intinya kurang lebih begini: Seorang profesional berjas dan berdasi ketika naik pesawat dan penumpang di sebelahnya bajunya sederhana namun tampak terdidik justru merasa tidak tenang. 

Mengapa? Bisa jadi penumpang bercelana pendek itu adalah konglomerat. Jadi, kalau Anda melihat orang-orang sederhana, hargailah mereka. 

Bukan karena mereka mungkin saja konglomerat, tetapi karena mereka dan Anda sama-sama manusia, hanya beda penampilan saja. 

Salam santun. Salut untuk siapa saja yang kaya secara jujur dan tidak lupa berderma! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun