Salah satu contoh yang disajikan kamus Oxford itu adalah mengenai kebiasaan pamer jumlah uang yang dimiliki. Menariknya, ini yang sangat sering dilakukan para crazy rich Indonesia di media sosial. Pamer jumlah saldo di rekening bank.Â
Para crazy rich juga gemar membuat konten berupa liburan ke luar negeri, perhiasan dan baju mewah, makanan selangit, mobil mewah, dan acara-acara eksklusif "crazy rich".Â
Konten-konten ini memang ambigu. Di satu sisi, konten ini bisa diambil hikmahnya untuk memacu orang bekerja meraih kesuksesan. Akan tetapi, tidak jarang justru menjadi ajang flexing yang melukai perasaan orang sederhana yang makan sehari-hari saja sulit.
Tentu tidak semua crazy rich hanya pamer doang. Ada pula yang berjiwa sosial dengan membuka lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan sosial. Juga secara diam-diam atau tidak dijadikan konten.Â
Keseharian orang kaya sungguhan justru biasanya jauh dari pamer harta. Saya mengenal satu-dua donatur yang punya aneka usaha di Indonesia. Mereka ini orang-orang kaya yang bersahaja dan peduli sesama.Â
Salah satu dari mereka tertipu miliaran dari mitra kerja, tetapi tetap tenang dan tetap berderma karena tahu, harta hanya titipan Tuhan.Â
Salah satu bos terkaya di Indonesia dikenal suka jajan tahu pong di Semarang. Ia datang dengan mobil sejuta umat dan pakaian sederhana.Â
Itulah definisi kaya yang sebenarnya: bukan pamer penampilan, tapi aset yang memberdayakan sesama dan hati yang bahagia dalam kesederhanaan.
Kedua, orang kaya sungguhan tidak mencari, tapi dicari (pengikut)
Perbedaan mencolok antara orang kaya sungguhan dan crazy rich ala medsos adalah bahwa orang kaya sungguhan tidak mencari, tetapi dicari (pengikut).
Crazy rich ala medsos biasanya malah semangat mencari pengikut baru. Mungkin untuk promosi usaha dan menambah kepercayaan diri mereka.Â