Undangan Ruang Berbagi untuk bedah karya ditanggapi dengan sukacita oleh Ibu Theresia Sumiyati. Beliau merelakan salah satu karyanya untuk kita ulas dan komentari secara konstruktif.
Ruang Berbagi memilih cerpen "Bu Tum Membuat Tersenyum" karya Ibu Theresia. Cerpen ini sangat menyentuh hati. Dikisahkan tiga tokoh dalam kisah: Mario, Bu Tum, dan Arifin teman Mario.
Bangunan kisah
Premis pokok cerpen ini adalah bagaimana seorang guru menghibur murid yang kehilangan sosok ayah dalam hidupnya. Bu Tum sebagai guru berusaha memotivasi Mario yang merindukan sosok ayah yang tak juga pulang.
Nasib Mario kontras dengan Arifin, sahabatnya yang selalu dekat dengan ayah yang penuh perhatian. Kisah Mario ini jamak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Keunggulan karya Ibu Theresia
Ibu Theresia terampil membangun kisah menuju pada konflik. Konflik dalam cerpen tidak selalu berarti pertengkaran. Konflik adalah permasalahan pokok yang dihadapi oleh tokoh utama.
Dalam hal ini, Mario merasa ragu ketika Bu Tum menyuruh para murid berkisah tentang ayah masing-masing. Dilukiskan, "Apa yang bisa kuceritakan. Tentang ayah yang nggak pulang? Tentu aku malu, semua teman akan mentertawaiku."
Sekilas cerpen ini mengingatkan saya pada cerpen Pelajaran Mengarang yang dimuat di harian Kompas, 5 Januari 1992. Â Anggitan Seno Gumira ini terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas 1993. Tokoh utama dua cerpen ini sama-sama siswa yang diminta berkisah tentang orang tua.
Bedanya, dalam Pelajaran Mengarang, mama si murid bekerja sebagai kupu-kupu malam. Sementara dalam cerpen Ibu Theresia, ayah si murid tidak pernah pulang ke rumah setelah sekian lama.Â
Ibu Theresia juga sudah meracik solusi konflik dengan apik. Kebaikan dan kepekaan Ibu Tum membuat Mario tersenyum.Â
Kalimat yang dipilih Bu Theresia mampu menghidupkan kisah ini sehingga tidak membosankan dibaca sampai akhir.Â
Beberapa hal yang bisa kita tingkatkan
Hikmah kisah memang menjadi sesuatu yang ingin segera kita sampaikan pada pembaca. Akan tetapi, tidak perlu tergesa-gesa dan terlalu gamblang kita sampaikan dalam karya.
Kepada pembaca tidak perlu segera kita sajikan hikmah dalam rupa pernyataan dalam cerpen atau karya fiksi kita. Kita biarkan saja pembaca memetik hikmah dari kisah.Â
Kemudian, panjang paragraf cerpen daring juga sebaiknya kita padatkan. Lazimnya pembaca akan kelelahan membaca paragraf panjang. Karena itu, kita sebagai penulis perlu memecah paragraf panjang jadi pendek.
Demikian apresiasi dan masukan Ruang Berbagi untuk Ibu Theresia Sumiyati. Beliau telah menulis 159 karya dengan 66 berlabel pilihan di Kompasiana ini sejak November 2020. Teladan kesetiaan menulis untuk berbagi kebaikan.Â
Salam literasi dan salam sehat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H