Hamba merasa terhormat menerima jawaban dari Bu Meti Irmayanti, puan pemuisi dari Sulawesi Tenggara. Bu Meti ingin agar salah satu untaian permata aksaranya, yakni "Apa Yang Membuatmu Kelu" dibedah untuk kita ambil hikmahnya sembari memberi masukan untuk beliau.
Menyelami sebuah puisi itu tidak mudah. Di balik setiap pilihan kata, ada makna yang ingin disampaikan penulisnya. Lebih sulit lagi ketika kita berusaha memahami makna dan konteks sebuah puisi.
Untungnya, Bu Meti menganggit sebuah puisi yang memberikan cukup banyak petunjuk bagi pembacanya untuk memahami arti puisi ini. Ini suatu keunggulan.
Mengapa? Banyak pemuisi (pemula) terjebak dengan diksi yang terlalu kompleks dan aneh sehingga pembaca justru tersesat, tanpa bisa memetik hikmah.
Bedah bait pertama
Bagi saya, puisi ini adalah dialog antara "aku" dan "si penyair berpena pelangi". Ini tampak dalam baris pertama dan kedua:Â
Oh... apa yang membuatmu kelu, wahai penyair berpena pelangi,Â
menyendiri dan gelisah dengan helai kertas yang masih kosong?"
Bu Meti merinci karakter si penyair itu sebagai seorang yang berpena pelangi, sendiri, dan gelisah. Suatu kontradiksi. Ia punya pena sejuta warna, namun gelisah kala tak mampu menggurat satu pun aksara di atas kertas.Â
Baris ketiga dan keempat meneruskan tema baris pertama dan kedua: