Ya, siapa tak merasa terhormat bisa bertanding melawan Australia yang merupakan tim kuat di dunia sepak bola putri? Ibaratnya, tim antah berantah di jagad sepak bola dunia bertanding melawan Inggris, Spanyol, atau Portugal.
Kritik tajam untuk PSSI
Sebenarnya yang harus merasa malu dan merasa bersalah bukan Timnas Putri, tetapi PSSI. Sejauh ini satu-satunya Liga Putri profesional yang diselenggarakan PSSI adalah Liga 1 Putri 2019 lalu.Â
Sepak bola putri selama ini dipandang sebelah mata oleh PSSI, entah karena apa. Padahal justru sepak bola putri jika dikemas baik bisa mendatangkan penonton dan sponsor.
Tengok saja bagaimana bulu tangkis putri, bola voli putri, dan aneka cabang olahraga yang dimainkan atlet wanita juga bisa mendatangkan sponsor dan penonton.
Pada 2021 lalu, PSSI meniadakan Liga 1 Putri dengan alasan agar tidak membebani klub-klub peserta. Sebuah alasan yang sangat mudah dikatakan tanpa memikirkan bahwa justru hal ini menandakan, PSSI kurang membantu perkembangan tim-tim sepak bola putri.Â
Apakah tidak bisa tetap diadakan dengan format mini dan dipersiapkan jauh-jauh hari agar mampu menarik sponsor dan penonton? Benarkah satu tahun sudah sibuk dengan agenda lain?Â
Pilihan PSSI untuk merekrut pemain dari PON Papua lalu juga kiranya adalah solusi yang terlalu dangkal. Proses pembinaan perlu investasi dan kontinuitas, bukan mengandalkan even tertentu saja.Â
Solusi untuk Timnas Putri
Sebenarnya jika PSSI memang tidak bisa menyelenggarakan liga profesional, bisa saja dibuat Timnas Putri Indonesia yang lantas berkumpul rutin untuk berlatih dan bertanding. Jangan cuma berlatih jelang akan pentas saja.Â