Di tengah segala keterbatasan itu, Bu Hermina tidak berkecil hati. Ia tetap giat mengupayakan yang terbaik untuk anak-anak kaum terpinggirkan.
Buktinya, Sekolah Anak Kolong masih bertahan di tengah hantaman pandemi yang membuat banyak donatur tidak menyumbangkan donasi lagi. Syukurlah, beberapa donatur sesekali mengirimkan dana, buku bacaan, peralatan sekolah, vitamin, serta masker untuk siswa-siswi Ankol.
Sejatinya, negara berkewajiban menjamin pendidikan anak-anak, siapa pun mereka.Â
Ketiadaan surat kependudukan dan status ekonomi lemah bukan alasan untuk lantas mengabaikan hak siswa-siswi Ankol Penjaringan untuk bersekolah.
Entah kepada siapa Bu Hermina kini harus mengadu demi menjamin keberlangsungan Sekolah Anak Kolong ini. Di antara pembaca tulisan ini, adakah yang peduli?
Hermina punya impian tinggi. "Saya ingin sekolah Ankol ini menjadi sebuah SD yang diakui pemerintah," ujarnya.Â
Tentu impian ini sangatlah mulia. Sayangnya, realita di lapangan masih jauh dari impian. Justru sekolah ini kembali hendak digusur atas nama pembangunan.
Kiranya tulisan ini sampai pada pejabat dan lembaga yang berwenang untuk menjamin hak dasar anak-anak kolong tol. Anak-anak ini adalah juga aset bangsa. Sekolah Anak Kolong akan digusur, siapa yang mau peduli?
Bobby Steven Octavianus Timmerman, Ruang Berbagi, fajar Tahun Baru 2022
Surel: ruangberbagikompasiana@gmail.com