Di penjuru Nusantara, di sebuah kampung di pelosok negeri, seorang penulis di Kompasiana sibuk mewawancarai seorang pengusaha kecil yang juga seorang difabel.
Dicatatnya dengan rinci hasil wawancara itu. Dibuatnya sebuah feature yang menyentuh hati.Â
Tujuannya sederhana: menyadarkan pada pembaca bahwa difabel seringkali kesulitan mendapatkan modal usaha sehingga tergantung sungguh pada usaha sendiri dan bantuan warga lain.
Ketika bertemu lagi dengan si pengusaha difabel nan gigih, ada kabar gembira. Pesanan dari pembaca Kompasiana. Meski tidak banyak, toh pesanan itu membahagiakan hati dan menggerakkan roda ekonomi.
Kisah di atas adalah semacam lukisan kiprah dan ketabahan para kompasianer atau penulis di Kompasiana.Â
Kompasianer tak kalah tabah dari wartawan daerah
Saya memang bukan wartawan daerah. Belum pula mewawancarai wartawan spesialisasi liputan daerah. Akan tetapi, saya sangat bisa membayangkan betapa tabahnya para wartawan daerah.
Kebetulan, daerah asal saya adalah daerah yang juga masih tertinggal di sana-sini. Kekeringan masih terjadi. Kasus bunuh diri akibat kesepian dan kemiskinan juga ada.
Kompas menugaskan satu wartawan untuk meliput di daerah saya. Saya belum sempat ngobrol dengan beliau, tetapi saya tahu dari ibu saya.
"Nak, ini ada langganan laundry baru. Mbak NN, wartawati Kompas lho," kata ibu saya. Mendengar nama itu, saya merasa tak asing karena memang nama beliau sudah menghiasi Kompas, terutama liputan di daerah sebelum penugasan di daerah saya.
Saya membayangkan, Mbak Wartawati Kompas susah payah blusukan di dusun-dusun terpencil dan mewawancarai orang yang belum tentu bisa bahasa Indonesia.
Pasti tidak mudah. Demikian halnya bagi kompasianer yang bidangnya adalah citizen journalism atau jurnalisme warga. Keluar ongkos dan capek meliput realitas lokal untuk mengabarkannya di platform nasional dan global dalam balutan metaverse: Kompasiana.
Bedanya, wartawan daerah mendapatkan gaji dan asuransi. Kompasianer belum tentu mendapatkan apresiasi ekonomis yang sepadan. Tombok malahan.
Di sinilah ketabahan Kompasianer tak kalah, atau bahkan melebihi ketabahan wartawan liputan daerah.Â
Penting kita sadari, bukan hanya Kompasianer spesialis jurnalisme warga saja yang tabah. Para penulis fiksi dan tulisan berbobot lain juga menghabiskan kuota internet dan tenaga serta waktu.
Tentu sudah pilihan berdasarkan kemauan pribadi. Salah sendiri nulis "tanpa digaji" di Kompasiana. Apalagi, bagi yang tidak paham mekanisme mendapatkan K-Rewards, tentu sulit mendapatkan K-Rewards yang sebenarnya lumayan menghibur kantong dan hati.
Simak: Aturan dan Peluang Dapat K-Rewards Kompasiana
Hanya saja, alangkah indahnya metaverse Kompasiana kala Kompasiana dan Kompasianer berbahagia bersama. Bukan sekadar dalam sudut pandang ekonomi, yang tentu saja penting bagi Kompas Gramedia dan apalagi bagi para Kompasianer yang suka ghibah tabah itu.
Baca: Apa itu Metaverse, Siapa Penciptanya, Apa Contohnya dan Pengaruhnya untuk Kita?
Kebahagiaan metaverse Kompasiana kiranya juga mencakup:
1. Aktualisasi diri
Bagaimana Kompasiana memberdayakan Kompasianer agar memaksimalkan aktualisasi diri dalam menulis di blog warga? Apakah pelatihan membuat konten yang apik dan menjual sudah cukup dilakukan? YouTube Kompasiana perlu dioptimalkan untuk tujuan ini.
2. Saling menjadi mentor dalam semangat berbagi
Bagaimana memberdayakan kompasianer setia (yang rutin menulis dan bersilaturahmi) sebagai mentor bagi penulis baru? Sangat mudah lho mengajak para kompasianer budiman ini untuk berbagi ilmu. Karena pada dasarnya, penulis itu berjiwa sosial.Â
3. Gerakan literasi cerdas dan santun
Ajakan COO Kompasiana, Bang Nurulloh dan tim Kompasiana dalam semangat "make voice, not noise" untuk menghubungkan Kompasiana dengan metaverse Kompas Gramedia sangat brilian.
Indonesia sangat memerlukan tulisan-tulisan cerdas dan santun. Seandainya kita sepakat, semakin sempit ruang untuk tulisan ad hominem yang menyerang pribadi atau kelompok tertentu.Â
Kompasianer sangat potensial menjadi mitra produksi konten bermutu Kompas Gramedia. Kompas Gramedia juga bisa memetakan (domisili dan renjana) Kompasianer sebagai mitra produksi konten (lokal).
Salam literasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H