Saya membayangkan, Mbak Wartawati Kompas susah payah blusukan di dusun-dusun terpencil dan mewawancarai orang yang belum tentu bisa bahasa Indonesia.
Pasti tidak mudah. Demikian halnya bagi kompasianer yang bidangnya adalah citizen journalism atau jurnalisme warga. Keluar ongkos dan capek meliput realitas lokal untuk mengabarkannya di platform nasional dan global dalam balutan metaverse: Kompasiana.
Bedanya, wartawan daerah mendapatkan gaji dan asuransi. Kompasianer belum tentu mendapatkan apresiasi ekonomis yang sepadan. Tombok malahan.
Di sinilah ketabahan Kompasianer tak kalah, atau bahkan melebihi ketabahan wartawan liputan daerah.Â
Penting kita sadari, bukan hanya Kompasianer spesialis jurnalisme warga saja yang tabah. Para penulis fiksi dan tulisan berbobot lain juga menghabiskan kuota internet dan tenaga serta waktu.
Tentu sudah pilihan berdasarkan kemauan pribadi. Salah sendiri nulis "tanpa digaji" di Kompasiana. Apalagi, bagi yang tidak paham mekanisme mendapatkan K-Rewards, tentu sulit mendapatkan K-Rewards yang sebenarnya lumayan menghibur kantong dan hati.
Simak: Aturan dan Peluang Dapat K-Rewards Kompasiana
Hanya saja, alangkah indahnya metaverse Kompasiana kala Kompasiana dan Kompasianer berbahagia bersama. Bukan sekadar dalam sudut pandang ekonomi, yang tentu saja penting bagi Kompas Gramedia dan apalagi bagi para Kompasianer yang suka ghibah tabah itu.
Baca: Apa itu Metaverse, Siapa Penciptanya, Apa Contohnya dan Pengaruhnya untuk Kita?
Kebahagiaan metaverse Kompasiana kiranya juga mencakup:
1. Aktualisasi diri