Cukup sering terjadi, beberapa kenalan kita punya nama yang sama. Misalnya saja, kita punya dua teman bernama Sidia Sudahwafat. Nah, tiba-tiba kita dapat kabar dari seseorang bahwa Sidia Sudahwafat baru saja meninggal.Â
Kita mengira, Sidia Sudahwafat itu teman SMP kita. Padahal yang meninggal itu Sidia Sudahwafat yang lain. Wah, kacau kan. Karena itu kita perlu cermat memastikan mana yang sudah meninggal dari beberapa orang yang namanya sama.Â
Jujur, tanpa menyinggung siapa pun, cukup banyak orang Indonesia yang bernama "pasaran". Nah, cara terbaik untuk memastikan adalah dengan meminta juga foto orang yang dikabarkan meninggal. Atau, merinci informasi agar jelas siapa orang yang dimaksud.Â
Ketiga, menelepon kontak dengan telepon almarhum
Beberapa waktu lalu seorang sahabat kehilangan ayah tercintanya. Berita lelayu ayahnya segera menyebar. Tidak ada yang salah sampai ketika sahabat ini beberapa hari setelah wafatnya ayahnya, menghubungi sebagian (besar) kontak yang ada di handphone almarhum ayahnya dengan cara menelepon.
Bayangkan, apa reaksi para penerima telepon yang tiba-tiba melihat nama penelepon di layar itu orang yang sudah meninggal dunia beberapa hari lalu. Apalagi ketika menerima telepon di malam hari atau saat sendirian.Â
Wah, ada yang bergidik ngeri dan tidak berani menerima panggilan telepon itu. Ada juga yang curiga bahwa si penelepon adalah penipu yang sudah mengambil alih nomor almarhum.Â
Tujuan sahabat ini tentu baik, yaitu memastikan kenalan almarhum ayahnya tahu bahwa ayahnya sudah meninggal. Mungkin juga menanyakan, apakah masih ada utang-piutang dengan almarhum.Â
Masalahnya adalah cara yang dia pilih untuk mengabarkan berita kematian itu, yaitu dengan cara menelepon.
Padahal, bisa saja dengan menulis pesan dan atau merekam pesan suara (voice note) dengan keterangan: pesan ini ditulis NN, kerabat almarhum. Atau, berita lelayu dalam bentuk foto/dokumen.Â
Keempat, mengumbar informasi pribadi yang sensitif