Kedua, sebisa mungkin bisa berenang atau sedia pelampung
Ya, mau tak mau, berenang adalah kemampuan untuk bertahan hidup kala kecelakaan laut terjadi. Sayang sekali, saya tidak bisa berenang. Hehehe. Akhirnya, saya menyediakan pelampung yang saya beli khusus untuk berperahu di Kalimantan.Â
Ketiga, cermat memeriksa kelengkapan alat keselamatan di kapal
Ketika naik kapal, kita perlu cermat memeriksa kelengkapan alat keselamatan di kapal tersebut. Di mana dan berapa jumlah pelampung atau ban penyelamat? Apakah seimbang dengan jumlah penumpang dan kru?
Jika tidak ada atau kurang, tunda perjalanan dengan kapal itu. Cari kapal lain atau siapkan alat keselamatan pribadi (misalnya, pelampung).Â
Keempat, sopan menegur juru mudi dan nakhoda yang ngawur
Juru mudi dan nakhoda kapal yang ngawur perlu kita tegur dengan sopan. Bilang saja, "Maaf, saya gampang mabuk laut/sungai, tolong kemudikan dengan hati-hati."
Titik-titik kritis antara lain dalam perjalanan di sungai yang berliku-liku dengan kapal cepat. Di tempat magang saya, beberapa kali dua speedboat bertabrakan di tikungan sungai. Blind spot juga ada di sungai!
Kelima, mengenali sifat moda transportasi dan medan yang ditempuh
Saya paling takut naik kapal cepat atau speedboat yang cenderung kencang. Pernah saya salah perkiraan kala memilih naik speedboat dari sebuah kota ke kota lain, yang dipisahkan lautan lepas (bukan sungai).
Gelombang lautan lebih kuat sehingga speedboat meloncat-loncat kala menghadapi ombak itu. Wah, rasanya mau ngompol, tapi malu. Hehehe.Â