Kedua, Ole ber-DNA Manchester United
Sulit untuk disangkal bahwa faktor bahwa Ole ber-DNA Manchester United berperan besar dalam penunjukkannya oleh pemilik MU. Ditilik dari pengalaman melatih, Ole memang masih anak bawang.
Akan tetapi, Ole yang telah tampil 366 kali dan mencetak 126 gol bagi MU tentu mendapat privilese untuk menukangi MU yang telah membesarkan namanya.Â
Ikatan emosional dan romantis antara MU dan Ole sulit diabaikan dalam keputusan manajemen MU dalam mempertahankan sang mantan striker tajam itu di kursi pelatih.Â
Para pemilik MU tentu sadar, mengganti Ole bukanlah semudah memecat pelatih yang bukan mantan bintang MU. Ole tentu sepenuh hati berusaha meningkatkan pencapaian MU yang sudah mendarahdaging dalam dirinya.Â
Ketiga, Ole tahu artinya gagal dan bangkit
Tentu kita ingat final dramatis kala MU mengalahkan Bayern Munich 2-1 pada menit-menit akhir Final Liga Champions 1999 di Camp Nou, Barcelona. Ole menceploskan gol penentu kemenangan MU kala itu.Â
Ole tahu betul artinya gagal dan bangkit. Pada 18 Maret 2011, Molde memainkan pertandingan liga pertama mereka di bawah Solskjaer dan menderita kekalahan memalukan 3-0 dari Sarpsborg 08 yang baru promosi.Â
Molde memainkan pertandingan kandang pertama mereka pada 3 April, di mana meski sempat tertinggal 1-0, akhirnya imbang imbang 2-2 dengan tim kuat Troms. Pada musim pertama itu, Molde akhirnya juara.Â
Karakter kuat dan tahan banting seperti inilah yang diperlukan oleh siapa pun yang menjadi pelatih MU selepas lengsernya Sir Alex Ferguson.Â
David Moyes, Ryan Giggs, Louis van Gaal, bahkan Mourinho pun tak tahan menduduki singgasana panas sebagai pelatih MU. Ole paham betul, tekanan besar selalu ada baginya.Â