Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Nyata Upaya dan Harapan Mendirikan Taman Baca di Pelosok Indonesia

7 September 2021   16:23 Diperbarui: 7 September 2021   16:53 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak semangat membaca-Dok Inspirasiana/Roman Rendusara (seizin pemotret)

Di tengah pandemi, kita tetap perlu optimis dan berpengharapan, juga dalam memajukan literasi di Indonesia tercinta. Inilah kisah nyata upaya dan harapan saya dan insan-insan budiman dalam mendirikan taman baca dan pojok baca di pelosok Indonesia.

Literasi sebagai kunci kemajuan bangsa

Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh tingkat literasi warganya, terutama tingkat literasi anak-anak dan generasi muda.

Ir. Soekarno pernah menyatakan,"Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Makna ungkapan ini adalah bahwa generasi muda menjadi kunci perubahan dan perkembangan negara dan jagad. 

Soekarno seorang pencinta buku dan bacaan bermutu. Menurut mantan ajudan Sukarno, Sidarto Danusubroto, Soekarno berusaha tetap menyempatkan diri membaca dalam situasi apa pun. Berstatus tahanan kota pada 1967, Soekarno mengisi waktu dengan membaca buku. 

Tidak mengherankan, presiden pertama kita dikenal sebagai tokoh intelektual cemerlang dan orator ulung. Alumnus Technische Hoogeschool yang kini menjelma menjadi Institut Teknologi Bandung itu juga adalah seorang poliglot brilian. Beliau mahir berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Arab, Belanda, Jerman, Prancis, Inggris, dan Jepang. 

Perpustakaan sebagai pendorong minat baca

Survei Pew Research Center pada tahun 2012 di Amerika Serikat membuktikan betapa pentingnya perpustakaan (dan taman baca) bagi anak-anak. 

Sebanyak 84% orang tua mengatakan, perpustakaan membantu menanamkan kecintaan anak-anak mereka pada membaca buku. Sebanyak 81% mengatakan, perpustakaan menyediakan informasi dan sumber daya yang tidak tersedia di rumah bagi anak-anak mereka.

Proses mempromosikan membaca terjadi secara bertahap dalam konteks yang berbeda (keluarga, sekolah dan perpustakaan) sebagai hasil dari berbagai faktor. Hal ini terjadi berkat kontak dekat dan teratur dengan buku, terutama di rumah bersama keluarga, dan khususnya dengan orang tua (Hannon 1995).

Saya beruntung dibesarkan di tengah keluarga pencinta budaya membaca dan menulis. Ketika saya masih bocah, mama kadang mengajak saya berkunjung ke perpustakaan daerah. 

Kami juga berlangganan koran dan majalah meski penghasilan tidak besar. Intinya adalah menanamkan kecintaan pada literasi sejak dini. Sayangnya, tradisi literasi sedari dini semacam ini belum memasyarakat.

Keprihatinan mengenai literasi dan akses bacaan di RI

Kita prihatin kala menyadari fakta tingkat literasi dan akses masyarakat terhadap bacaan yang masih terbilang rendah. Yang paling banyak dibincangkan adalah hasil survei UNESCO (2011) yang menyebutkan, dari seribu orang Indonesia, hanya ada satu yang rajin membaca. 

Kepala Perpustakaan Nasional dalam sebuah seminar daring menyebutkan, jumlah buku koleksi semua perpustakaan umum di Indonesia sebanyak kurang lebih 25 juta. Jumlah 25 juta buku ini ditujukan untuk 270 juta warga Indonesia. Artinya, satu buku perpustakaan di negeri kita ditunggu antrean 90 orang. 

Menyadari keprihatinan ini, kita tidak bisa tinggal diam. Kita perlu berjejaring dan berkolaborasi untuk memajukan literasi, juga di tengah pandemi yang masih berlangsung. 

Harapan saat Merdeka dari Pandemi

Pandemi yang masih berlangsung ibarat mendung gelap. Akan tetapi, kita percaya bahwa mendung itu akan berlalu. 

Kita tetap perlu berharap dan giat mewujudkan harapan untuk segera merdeka dari pandemi ini. Salah satu cara untuk tetap semangat dan berharap di tengah pandemi adalah dengan giat memajukan literasi. 

Saya terinspirasi ingin mendirikan banyak taman baca dan pojok baca setelah melihat sendiri betapa mudahnya menemukan pojok baca di Bonn, Jerman. 

Beberapa tahun silam, saya mendapat kesempatan untuk belajar bahasa Jerman di Bonn. Saya sangat terkesan melihat “Offener Bücherschrank” atau lemari buku publik. Pojok baca itu berada di kawasan Universitäts und Landesbibliothek Bonn. 

Rekan saya membaca koleksi lemari buku publik di Bonn- dokpri Ruang Berbagi
Rekan saya membaca koleksi lemari buku publik di Bonn- dokpri Ruang Berbagi

Konsep lemari buku publik di Bonn itu sangat sederhana. Cukup menyediakan almari buku terlindung kaca. Siapa saja diizinkan meminjam dan menambah koleksi buku secara gratis. Inilah alasan mengapa warga Jerman kita kenal sebagai insan cendekiawan.

Terdorong oleh keprihatinan akan dunia literasi tanah air, saya dan sejumlah rekan budiman telah berupaya mewujudkan mimpi untuk mendirikan taman baca dan pojok baca di pelosok Indonesia. 

Kami yang tergabung dalam Inspirasiana, sebuah komunitas di Kompasiana, berupaya menghimpun dana dan mengirimkan paket buku ke Nusa Tenggara Timur. Berkat bantuan para sahabat literasi, taman baca perdana Inspirasiana tersebut berhasil kami wujudkan.

Taman Baca Inspirasiana di Ende-Dok. Roman Rendusara (seizin pemotret)
Taman Baca Inspirasiana di Ende-Dok. Roman Rendusara (seizin pemotret)

Akan tetapi, di tengah pandemi ini, gerak langkah kami dalam mendirikan taman baca di pelosok Indonesia memang terhambat kondisi. Kami tidak leluasa bergerak untuk mengumpulkan sumbangan buku dari rumah ke rumah. 

Di sisi lain, anak-anak sebagai  target taman baca di Ende juga terhalang datang ke taman baca karena pembatasan aktivitas. 

Hal serupa terjadi pada Sekolah Anak Kolong di kawasan bawah Tol Penjaringan, Jakarta Utara. Siswa-siswi sekolah swadaya masyarakat itu belajar di rumah. 

Berkat karunia Tuhan Yang Maha Esa, saya dan seorang donatur telah berbagi sejumlah buku bacaan untuk anak-anak pemulung dan kaum marjinal di Sekolah Anak Kolong (Ankol) yang dikelola Keluarga Alm. Paulus Madur itu. 

Anak-anak Sekolah Anak Kolong Penjaringan - dok. Hermina (seizin pemotret)
Anak-anak Sekolah Anak Kolong Penjaringan - dok. Hermina (seizin pemotret)

Sayang sekali, buku-buku yang sudah tersedia di satu-satunya kelas di sekolah itu belum bisa dibaca seluruh siswa Ankol karena memang belum bisa bersekolah tatap muka. 

Saya, teman-teman, dan kita berharap agar pandemi ini mereda berkat gotong royong kita bersama sebagai bangsa. Menjalankan protokol kesehatan demi melindungi diri dan orang lain adalah wujud cinta kita kepada Indonesia. 

Saat pandemi lebih terkendali, lebih mudah menggalang donasi buku dengan metode jemput bola. Lebih leluasa mengadakan survei lapangan. Pembukaan taman baca akan menjadi lebih meriah. 

Akhirulkalam

Saya juga yakin dan mengalami sendiri, dunia perguruan tinggi sangat mendukung berdirinya taman baca di penjuru Indonesia. Salah satu universitas yang peduli pada kegiatan literasi adalah Universitas Parahyangan.

Saya telah mengikuti lomba yang diselenggarakan Universitas Parahyangan dan Bandung Food Smart City. Meskipun tidak menjadi jawara, saya sangat bahagia karena tulisan saya kiranya membawa manfaat bagi pembaca, terutama dalam literasi cinta lingkungan. 

Silakan baca: 7 Kiat Cerdas Gaya Hidup Minim Sampah Makanan Mulai dari Rumah

Saya berprinsip, satu pembaca yang memetik manfaat dari tulisan kita adalah sebuah hal yang patut kita syukuri. Nah, apalagi jika tulisan itu dibaca banyak orang, juga berkat platform blog warga Kompasiana ini. 

Sila baca: Reportase Kompasianer Lawan Arus Jakartasentrisme Media

Apa harapan Anda jika kita kelak "merdeka" dari pandemi? Silakan berbagi kisah Anda. Harapan saya setelah terbebas dari pandemi adalah mendukung dan mendirikan aneka taman baca di pelosok negeri ini. 

Yang juga penting, mari kita jalin kerjasama lintas latar belakang untuk memajukan literasi di Indonesia tercinta ini. Jika Anda memiliki renjana menyuburkan literasi, mari kita berkolaborasi. 

Tulisan ini saya anggit guna menyemarakkan #LombaBlogUnpar #BlogUnparHarapan. Juga sebagai tanda terima kasih pada Kompasiana yang telah setia mendukung literasi di Indonesia. 

Salam literasi dan edukasi. R.B.

Posel: ruangberbagikompasiana@gmail.com

Sumber inspirasi: 1, 2, 3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun