Konsep lemari buku publik di Bonn itu sangat sederhana. Cukup menyediakan almari buku terlindung kaca. Siapa saja diizinkan meminjam dan menambah koleksi buku secara gratis. Inilah alasan mengapa warga Jerman kita kenal sebagai insan cendekiawan.
Terdorong oleh keprihatinan akan dunia literasi tanah air, saya dan sejumlah rekan budiman telah berupaya mewujudkan mimpi untuk mendirikan taman baca dan pojok baca di pelosok Indonesia.Â
Kami yang tergabung dalam Inspirasiana, sebuah komunitas di Kompasiana, berupaya menghimpun dana dan mengirimkan paket buku ke Nusa Tenggara Timur. Berkat bantuan para sahabat literasi, taman baca perdana Inspirasiana tersebut berhasil kami wujudkan.
Akan tetapi, di tengah pandemi ini, gerak langkah kami dalam mendirikan taman baca di pelosok Indonesia memang terhambat kondisi. Kami tidak leluasa bergerak untuk mengumpulkan sumbangan buku dari rumah ke rumah.Â
Di sisi lain, anak-anak sebagai  target taman baca di Ende juga terhalang datang ke taman baca karena pembatasan aktivitas.Â
Hal serupa terjadi pada Sekolah Anak Kolong di kawasan bawah Tol Penjaringan, Jakarta Utara. Siswa-siswi sekolah swadaya masyarakat itu belajar di rumah.Â
Berkat karunia Tuhan Yang Maha Esa, saya dan seorang donatur telah berbagi sejumlah buku bacaan untuk anak-anak pemulung dan kaum marjinal di Sekolah Anak Kolong (Ankol) yang dikelola Keluarga Alm. Paulus Madur itu.Â
Sayang sekali, buku-buku yang sudah tersedia di satu-satunya kelas di sekolah itu belum bisa dibaca seluruh siswa Ankol karena memang belum bisa bersekolah tatap muka.Â