Membaca berita terkini seputar kegiatan pertambangan emas di Pulau Sangihe, kita semua sangat merasa prihatin. Bagaimana mungkin selama ini banyak kalangan, termasuk pemerintah dan aparat penegak hukum seolah menutup mata akan tragedi lingkungan ini?
Dilansir kompas 21 April 2021, lebih dari setengah kawasan Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, telah dinyatakan sebagai wilayah pertambangan emas milik sebuah perusahaan tambang. Gabungan 25 ormas di Kepulauan Sangihe menolak eksploitasi terhadap pulau mungil nan asri ini. PT tambang tersebut diberi hak menambang emas dan tembaga di enam kecamatan selama 33 tahun ke depan.
Dampak pertambangan bagi ekosistem Sangihe
Aneka media massa memberitakan dampak pertambangan emas bagi ekosistem Sangihe. Tambang emas yang wilayah kontraknya mencakup separuh Pulau Sangihe berpotensi merusak habitat asli  burung seriwang sangihe yang lazim dinamai oleh warga lokal sebagai manu' niu.
Tak hanya seriwang sangihe, ada pula sembilan ragam burung endemik lainnya yang habitatnya di kawasan hutan lindung Gunung Sahendaruman, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, yang juga ikut terancam pertambangan emas.
Karakteristik Sangihe sebagai pulau rawan gempa dan bencana membuat fasilitas pengolahan limbah berpotensi bocor. Jika kebocoran ini terjadi, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kerusakan ekologis yang ditimbulkannya.
Selain itu, area pertambangan emas dan tembaga sejatinya adalah kawasan di mana puluhan sungai berhulu. Menggali dan merusak tatanan alam di Sangihe berarti merusak sumber air bersih bagi manusia dan alam sekitar.Â
Saya mengajak pembaca untuk menyimak pula dua tulisan reportase rekan penulis di Kompasiana mengenai keindahan dan potensi arkeologi Pulau Sangihe. Silakan baca Kum-kum Burung Si Burung Langka Sangihe dan Lebbing, Budaya Benda Peninggalan Purba di Sangihe.Â
Dua reportase tersebut menegaskan bahwa Sangihe bisa dimanfaatkan secara lestari melalui wisata satwa dan wisata arkeologi, bukan melalui penambangan berskala besar yang akan merusak alam.
Aneka kejanggalan izin tambang emas dan tembaga di Sangihe
Jika kita teliti, ada aneka kejanggalan izin tambang emas dan tembaga di Sangihe ditilik dari peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Berikut ini adalah daftar rangkuman tiga keganjilan izin tambang di Sangihe:
Pertama, Sangihe sebagai pulau kecil semestinya tidak boleh ditambang
Menurut UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP3K), pulau kecil tidak boleh dijadikan area pertambangan. Luas Sangihe hanya 736,98 kilometer persegi. Luas ini bahkan tidak mencapai separuh dari 2.000 km persegi yang menjadi batas pengategorian pulau kecil.
Kedua, perusahaan tambang mendapat jatah waktu izin operasi di luar ketentuan
Perusahaan tambang mendapatkan izin langsung 33 tahun guna beroperasi di Sangihe. Padahal, kontrak karya hanya bisa diperpanjang dua kali 10 tahun menurut UU No 3/2020.
Artinya, izin operasi maksimal adalah 20 tahun saja, bukan 33 tahun. Sangat ganjil, bukan? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Ketiga, perusahaan tambang justru mendapat izin di kawasan yang patut dilestarikan
Dilansir kompas.com. perusahaan tambang justru mendapat izin operasional di kawasan yang patut dilestarikan ekosistemnya. Ada hewan-hewan endemik dan sumber air penting yang wajib dilindungi, juga sebagai pendorong turbin PLTA.
Bagaimana mungkin izin keluar tanpa mempertimbangkan kelestarian alam dan kemaslahatan warga?
Jangan bilang semua baik-baik saja
Ada humor satir tentang negeri kita tercinta ini yang bisa dirangkum dalam satu kalimat padat: "Alangkah lucunya negeri ini". Aturan-aturan hukum tetiba impoten di hadapan pihak-pihak tertentu. Ungkapan "hukum hanya tajam ke bawah" juga kerap menjadi fakta lapangan.
Di tengah tiga keganjilan izin tambang Sangihe yang mencolok mata dan mengusik nurani, janganlah bilang semua oke.Â
Cukuplah bermain-main kata dan melempar tanggung jawab. Sekali pertambangan masif merusak keutuhan alam Sangihe, dampaknya akan membekas selamanya dan tidak dapat direstorasi kembali.
Kecuali jika Anda memiliki kantong ajaib ala Doraemon yang bisa mengeluarkan burung-burung endemik yang punah serta menyulap lubang tambang jadi sumur air jernih, janganlah mengusik alam bestari Sangihe.Â
Salam lestari.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H