Jika kita teliti, ada aneka kejanggalan izin tambang emas dan tembaga di Sangihe ditilik dari peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Berikut ini adalah daftar rangkuman tiga keganjilan izin tambang di Sangihe:
Pertama, Sangihe sebagai pulau kecil semestinya tidak boleh ditambang
Menurut UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP3K), pulau kecil tidak boleh dijadikan area pertambangan. Luas Sangihe hanya 736,98 kilometer persegi. Luas ini bahkan tidak mencapai separuh dari 2.000 km persegi yang menjadi batas pengategorian pulau kecil.
Kedua, perusahaan tambang mendapat jatah waktu izin operasi di luar ketentuan
Perusahaan tambang mendapatkan izin langsung 33 tahun guna beroperasi di Sangihe. Padahal, kontrak karya hanya bisa diperpanjang dua kali 10 tahun menurut UU No 3/2020.
Artinya, izin operasi maksimal adalah 20 tahun saja, bukan 33 tahun. Sangat ganjil, bukan? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Ketiga, perusahaan tambang justru mendapat izin di kawasan yang patut dilestarikan
Dilansir kompas.com. perusahaan tambang justru mendapat izin operasional di kawasan yang patut dilestarikan ekosistemnya. Ada hewan-hewan endemik dan sumber air penting yang wajib dilindungi, juga sebagai pendorong turbin PLTA.
Bagaimana mungkin izin keluar tanpa mempertimbangkan kelestarian alam dan kemaslahatan warga?
Jangan bilang semua baik-baik saja
Ada humor satir tentang negeri kita tercinta ini yang bisa dirangkum dalam satu kalimat padat: "Alangkah lucunya negeri ini". Aturan-aturan hukum tetiba impoten di hadapan pihak-pihak tertentu. Ungkapan "hukum hanya tajam ke bawah" juga kerap menjadi fakta lapangan.
Di tengah tiga keganjilan izin tambang Sangihe yang mencolok mata dan mengusik nurani, janganlah bilang semua oke.Â