Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Miris, Kasus Pelecehan Seksual Cuma Diselesaikan di Medsos

18 Mei 2021   13:30 Diperbarui: 18 Mei 2021   13:54 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korban pelecehan seksual - unsplash.com

Marak berita tentang permintaan maaf YF (19 tahun), mantan pemain Tim Nasional Indonesia U-19 di sebuah media sosial. Si pemain muda ini mengakui bahwa dia telah melakukan perbuatan tak menyenangkan pada seorang pemudi.

Di akun Twitternya, sang pemudi mengisahkan kronologi peristiwa pelecehan seksual yang ia alami ketika berada satu mobil dengan YF. Si pemain muda harapan masa depan sepak bola nasional mengatakan kalimat bernada melecehkan dan berupaya mencium paksa si pemudi. 

Miris, permintaan maaf di medsos jadi akhir kasus pelecehan seksual

Yang membuat kita prihatin adalah bahwa kasus pelecehan seksual oleh eks Timnas U-19 ini sepertinya berakhir hanya dengan permintaan maaf YF di media sosial.

YF mengunggah story pada akun Instagramnya pada Minggu (16/5/2021) malam WIB. Ia mengatakan, "Saya atas nama Y meminta maaf sebesar-besarnya atas kekhilafan terhadap S. Masih suasana lebaran, mohon maaf lahir dan batin. Terima kasih." 

Korban berinsial S tak lama menanggapi story YF itu dengan mengatakan "Padahal tadi udah ada perjanjian untuk tidak dihapus dalam 24 jam. Kok tiba-tiba dihapus pas udah clear."

Sejauh ini, demikianlah akhir dari kasus pelecehan seksual yang pelakunya adalah mantan pemain timnas sepak bola U-19 kita. Si pemain dicoret dari Timnas U-19 karena tindakan indisipliner.

Menurut sebuah sumber, ia dan seorang teman sesama pemain timnas keluar malam ke sebuah tempat hiburan. Keduanya akhirnya dicoret oleh Timnas U-19. 

Fenomena korban enggan melaporkan pelecehan seksual

Apa yang terjadi dalam kasus yang melibatkan mantan pemain timnas ini menjadi bagian dari gunung es kasus pelecehan seksual di Indonesia. Banyak korban pelecehan seksual enggan melaporkan pelaku ke pihak kepolisian.

Pada tahun 2016, sebuah survei oleh Lentera Sintas Indonesia menunjukkan, sebanyak 93 persen korban perkosaan dan pelecehan seksual di Indonesia enggan melaporkan kejahatan tersebut karena takut.

Dari 25.213 responden yang disurvei secara daring, sekitar 6,5 persen (1.636 orang) mengungkapkan bahwa mereka adalah korban pemerkosaan. Sebanyak 93 persen mengatakan mereka tidak mau melaporkan peristiwa buruk itu karena takut akibat-akibatnya.

Dua pertiga dari penyintas pemerkosaan berusia di bawah 18 tahun. 

Dampak pelecehan seksual dan trauma korban

Pelecehan seksual berdampak sangat dahsyat pada diri para korbannya. Pelecehan seksual di masa kanak-kanak atau dewasa berdampak tidak hanya pada korban, tetapi juga keluarga dan teman korban serta masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, kekerasan seksual merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu menjadi perhatian semua orang.


Pelecehan memiliki banyak konsekuensi potensial yang dapat berlangsung seumur hidup dan berlangsung selama beberapa generasi. Dampak pelecehan seksual bisa sangat merugikan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan ekonomi individu, keluarga, komunitas dan masyarakat. Demikian rilis inspq.

Korban pada umumnya mengalami trauma, yang juga menghalangi mereka untuk melaporkan kejahatan kepada aparat kepolisian. Lebih lagi, ketika korban yang adalah perempuan harus berkisah di hadapan polisi laki-laki.

Memang benar, kini di beberapa kantor polisi sudah ada pusat layanan wanita dan anak-anak. Akan tetapi, layanan ini pun belum tersedia secara menyeluruh di pelosok negeri. 

Belum lagi, dalam kasus yang melibatkan tokoh publik, sorotan media massa dan victim blaming warganet yang kurang bijak membuat korban tambah tertekan.

Mencari solusi

Dalam hal-hal tertentu, masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Akan tetapi, haruskah juga kasus pelecehan seksual hanya diselesaikan secara kekeluargaan, apalagi di media sosial? 

Pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP). Demikian rilis hukumonline. Adanya pasal dengan konsekuensi hukuman ini tentu bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan berfungsi sebagai peringatan bagi masyarakat untuk tidak melakukan pelecehan seksual.

Jika pelecehan seksual hanya diselesaikan secara kekeluargaan di medsos saja, para pelaku kiranya tidak akan jera dan masyarakat justru mendapat kesan yang keliru mengenai seriusnya dampak pelecehan seksual.

Alasan "demi nama baik dan masa depan" korban dan pelaku untuk menyelesaikan di luar sistem hukum sangatlah problematis. Di satu sisi, benar bahwa korban dan pelaku berhak akan masa depan yang baik. Di sisi lain, hukum juga perlu dipatuhi. 

Dalam situasi problematis ini, sebenarnya ada baiknya korban dan keluarga mencari bantuan hukum dan psikologis. Ada cukup banyak lembaga dan insan budiman yang siap memberikan bantuan bagi korban pelecehan seksual. 

Di Yogyakarta, misalnya, ada Rifka Annisa Women Crisis Center. Kiranya di banyak kota lain, ada lembaga dan insan pemerhati korban pelecehan seksual yang dapat dihubungi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun