Meski begitu, meski warga Gaza menggerutu sendirian dalam hati. Mereka jarang berbicara menentang Hamas, yang biasanya tidak suka dikritik.
Ahmed mengatakan dia menyalahkan "semua orang" : Hamas, Israel dan Otoritas Palestina yang dipimpin Abbas. Namun menurutnya, sebagai penguasa, Hamas memiliki tanggung jawab khusus.
Haniyeh, yang menjadi perdana menteri Palestina setelah pemilu 2006 dan sekarang menjadi pemimpin umum Hamas, meninggalkan Gaza pada 2019. Ia menyebutnya sebagai kunjungan ke luar negeri untuk sementara. Sampai kini, Haniyeh belum kembali.
Sebuah video baru-baru ini yang muncul di media sosial menunjukkan Haniyeh bermain sepak bola di bawah gedung pencakar langit kaca Qatar. Jauh dari Kamp Pengungsi Pantai di Kota Gaza, tempat ia dilahirkan dan tempat rumah keluarganya.Â
Video lain dari hari Senin menunjukkan dia dalam setelan khusus yang dikelilingi oleh pengawal dan disambut oleh pejabat Qatar di acara karpet merah.
Sementara itu, di Gaza, warga Palestina bergulat dengan 50% pengangguran, seringnya pemadaman listrik dan air leding yang tercemar.
Penderitaan ini sebagian besar karena blokade, yang menurut Israel diperlukan untuk mencegah Hamas mengimpor senjata. Israel dan sebagian besar negara Barat menganggap Hamas sebagai kelompok teroris karena telah melakukan sejumlah serangan selama bertahun-tahun, termasuk pemboman bunuh diri, yang menewaskan ratusan warga sipil Israel.Â
Perselisihan berkepanjangan antara Hamas dan Otoritas Palestina Abbas atas penyediaan bantuan dan layanan ke Gaza telah memperburuk keadaan.
Sementara itu, Hamas menyalahkan penderitaan warga Gaza pada PA (Palestinian Authority), Israel, dan komunitas internasional.
"Ada kesadaran populer bahwa penderitaan itu bukan kesalahan Hamas, dan pihak eksternal ingin merusak demokrasi," kata juru bicara Hamas, Hazem Qassem. Dia mengatakan Hamas masih memiliki dukungan populer "besar" dan akan memenangkan pemilihan mendatang.
Dia menambahkan bahwa anggota Hamas di Gaza juga menderita akibat perang, isolasi, dan keruntuhan ekonomi.