Tapi Ismail Haniyeh telah meninggalkan Jalur Gaza yang miskin dan, bersama dengan beberapa pemimpin Hamas lainnya, hidup mewah di Turki dan Qatar.Â
Pada pemilu pada musim semi ini, Hamas akan berjuang sebagai pihak yang tidak diunggulkan.
Masih harus dilihat apakah pemilihan yang diputuskan oleh Presiden Mahmoud Abbas benar-benar akan diadakan. Banyak hal tergantung pada apakah partai sekuler Fatah dan Hamas dapat mencapai kesepakatan untuk mengatasi perpecahan yang telah mencegah upaya mengadakan pemungutan suara.
Tapi jelas bahwa citra Hamas di antara banyak warga Palestina, bahkan yang pernah menjadi pendukung, telah memudar sejak 2007. Saat itu Hamas merebut Gaza dari pasukan Abbas dalam seminggu pertempuran jalanan berdarah.
Sejak itu, Hamas telah mendirikan "negara kuasi" sendiri dengan layanan sipil dan pasukan keamanannya sendiri.Â
Ekonomi Gaza hancur oleh tiga perang dengan Israel dan blokade Israel-Mesir.
Para pemimpin Hamas yang naik pangkat ketika menjadi kelompok militan bawah tanah telah menukar pakaian jalanan dan sepeda motor mereka dengan baju setelan bisnis dan mobil mewah. Beberapa oknum petinggi Hamas, seperti Haniyeh, menginap di hotel mewah di Turki dan Qatar.
Mereka meninggalkan pejabat berpangkat lebih rendah dan warga Palestina biasa untuk berurusan dengan konsekuensi dari kebijakan mereka.
"Setiap tahun, situasinya berubah dari buruk menjadi lebih buruk," kata Youssef Ahmed, yang bekerja di warung makan di pasar timur Kota Gaza.Â
"Orang tidak punya uang untuk membeli barang-barang dasar."