Bukannya tak cinta tanah air. Akan tetapi, membandingkan situasi Malaysia dan Indonesia saat ini bagaikan melihat dua anak kembar yang berbeda sifat. Yang satu disiplin. Yang satu lagi (agak) nakal ketika diberi kebebasan.
Malaysia, negara tetangga kita baru saja mengumumkan lockdown atau kuncitara total hingga 7 Juni nanti. Malaysia sedang menghadapi lonjakan kasus virus korona. Munculnya aneka varian yang konon lebih menular mendorong pemerintah Malaysia untuk memperketat aturan penanggulangan Covid-19.
Dikutip dari bangkokpost, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengatakan semua perjalanan antar negara bagian dan antar distrik akan dilarang. Selain itu, pertemuan massal juga dilarang.
Institusi pendidikan akan ditutup sementara, tetapi sektor ekonomi akan dibiarkan terus berlanjut. Demikian penjelasan Yassin tanpa merinci lebih lanjut.Â
Sang perdana menteri mengatakan, penguncian sementara atau lockdown itu diperlukan karena adanya varian virus korona baru dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi dan kendala yang dialami layanan kesehatan masyarakat di Malaysia.
Malaysia mengalami lonjakan infeksi virus korona dalam beberapa pekan terakhir. Malaysia mencatat 3.807 kasus baru pada hari Senin. Sampai kini, Malaysia mencatat total 444.484 kasus dan 1.700 kematian akibat Covid-19.
Malaysia berada dalam keadaan darurat, yang diumumkan oleh Muhyiddin pada Januari untuk membatasi penyebaran Covid-19.
Kita, sebagian warga Indonesia masih juga keras kepala
Pemerintah telah mengumumkan pelarangan mudik lebaran 2021. Pelarangan mudik ini bertujuan mencegah meluasnya virus korona baru yang telah menimbulkan 1,71 juta kasus dan 47 ribu orang meninggal dunia di Indonesia yang kita cintai ini.
Judul artikel ini memang sekilas terkesan bombastis dan menganggap semua warga Indonesia keras kepala. Akan tetapi, maksud saya bukan itu. Judul ini hanyalah majas untuk melukiskan sifat keras kepala sebagian warga Indonesia di tengah larangan mudik lebaran 2021 ini.
Penyekatan arus mudik di sejumlah wilayah oleh aparat keamanan yang tetap bekerja di masa Lebaran ini dianggap sepi oleh sebagian warga. Contohnya, ribuan pemudik yang mengendarai sepeda motor menjebol barikade penyekatan di Jalur Pantura Kedungwaringin, perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang, pada Minggu (9/5/2021) malam.Â
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyatakan hal ini karena masyarakat belum sadar arti penting larangan mudik yang ditetapkan pemerintah. Demikian rilis kompas.com.
Mari kikis sifat keras kepala atau ngeyel
Dalam bahasa Jawa, ada kata "ngeyel" yang berarti keras kepala. Kata ini lantas diserap sebagai kata kerja eyel dalam KBBI. Mengeyel berarti "tidak mau mengalah dalam berbicara; ingin menang sendiri dalam berbicara".
Dr M Subhan SD Direktur PolEtik Strategic dalam sebuah artikel bertajuk Bangsa Ngeyelan menulis bahwa di masa pandemi Covid-19, tabiat ngeyelan, tidak sensitif dan tidak takut risiko masif bahaya Covid-19 masih merajalela di kalangan sebagian warga Indonesia.
Beberapa komentar warganet yang saya baca memuat sikap ngeyel ini. Berikut ini sebagian di antara ungkapan kekerasan hati itu:
- Covid hanya propaganda palsu
- Orangtua harus dikunjungi selagi masih hidup. Karena itu mudik tidak boleh dilarang
- Pemerintah membolehkan TKA bebas masuk, kenapa melarang mudik warga sendiri?
Kini mari kita buat argumen untuk menanggapi kengeyelan tersebut:
- Covid sungguh nyata dan merugikan kesehatan serta menimbulkan kematian. Meski asal-usul virusnya belum bisa dipastikan, dampak Covid-19 sudah menimbulkan korban.
- Orangtua memang patut dihormati dan disayangi, namun bukan dengan nekat mudik di tengah pandemi. Ada kemungkinan kita menjadi pembawa virus tanpa menyadarinya.Â
Bukti terbaru, terhitung sejak 6 Mei 2021, lebih dari 4.000 orang pemudik dinyatakan positif Covid-19. Baca saja: "4.123 Pemudik Dinyatakan Positif Covid-19 Usai 6.742 Orang Dites Acak".
- Pemerintah memang membolehkan sejumlah kecil TKA masuk, namun dengan syarat ketat. Mereka bekerja di sektor strategis nasional dan mengikuti protokol kesehatan yang ketat.Â
Jika ingin silaturahim dengan kerabat di kampung, cukup bertelepon dan atau mengirim parcel lebaran atau uang. Bisa juga memilih parcel Lebaran ramah lingkungan dan rendah jejak karbon. Baca ini.Â
Sikap abai dan dampak untuk layanan kesehatan nasional
Sikap abai dan ngeyel sebagian warga Indonesia berpotensi membebani layanan kesehatan nasional di tengah pandemi ini. Ketersediaan fasilitas khusus terapi pasien Covid-19 sangatlah terbatas.Â
Di banyak daerah, alat semacam alat bantu pernafasan dan tabung oksigen betul-betul terbatas. Juga ruangan ICU dan ketersediaan tenaga kesehatan.Â
India baru saja dihantam tsunami Covid-19 akibat sikap ngeyel sebagian warganya. Kremasi jenazah dilakukan secara massal dan tampak sangat membuat kita bergidik ngeri.Â
Baca juga: Mudik Jangan Lewat Jalur Tikus, Kasihan Tikusnya dan Nyawa Keluarga Anda!
Yuk tonton video ajakan almarhum Lord Didi Kempot ini:
Salam sehat selalu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H