Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jakarta, Ibu Kota dan "Venesia van Java" yang Perlu Sentuhan Keibuan

23 Februari 2021   05:51 Diperbarui: 23 Februari 2021   06:02 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta. Sebuah kota. Selaksa cerita. Batavia memang bukan kota kelahiranku. Akan tetapi, kunjungan-kunjungan singkatku di kota metropolitan itu tetap saja meninggalkan memori syahdu. Tentang ibu kota yang perlu sentuhan ibu.

Jakarta, kota para perantau ulung

Dari daerahku, sebuah kabupaten di sisi timur DI Yogyakarta, ribuan perantau mendatangi Jakarta. Mengadu nasib di belantara beton dan hutan perkantoran. Bersua aneka suku se-Nusantara yang sama-sama merantau demi penghidupan.

Sebagian besar memang bukan pekerja kerah putih. Akan tetapi, bukan berarti hati tak bersih. Para perantau dari daerahku banyak yang sukses di ibu kota. Tentu dengan kadar kesuksesan yang berbeda-beda.

Sukses menjadi pedagang bakmi jawa. Berhasil mengirim uang bulanan untuk orang tua yang terlunta di desa. Menjadi guru yang bisa digugu (dipercaya) dan ditiru. 

Lazimnya kala para perantau sudah cukup berhasil, mereka mengundang kerabat dan sahabat serta tetangga dekat. Jadi rekan sejawat dalam mengais rezeki di kota yang tak pernah mati.

Kala Lebaran tiba, kembalinya para perantau Jakarta menggerakkan ekonomi kabupaten kami. Toko keluargaku pun kecipratan cuan. Laris manis kala para pemudik tiba. 

Kadang terselip juga kisah konyol. Pemudik dari Jakarta ingin tampak sukses dan gagah. Mobil sewaan didaku buah kesuksesan. Biar bisa dipamerkan pada keluarga dan juga mantan. Eh...

Jakarta, polusi dan kemacetan

Paling lama aku tinggal di Jakarta selama sebulan. Bukan karena tak cinta. Karena memang hanya segitu waktu tersedia. Aku tinggal di kawasan Sunter. Dekat RSPI Sulianti Saroso. 

Aku masih ingat, sepulang jalan-jalan sore, kulitku tetiba sedikit legam. Rupanya debu polusi ibu kota penyebabnya. Gila. Di Jogja belum pernah aku mengalami yang seperti ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun