Adik-adik saya yang sudah berkeluarga pun sampai kini belum memiliki rumah sendiri. Mereka masih berjuang mendapatkan rumah yang sesuai dengan kemampuan ekonomi dan harapan hati.Â
Adik saya yang tinggal di sebuah kota di Jawa Barat berkisah, saat ini perlu hati-hati dan cermat memilih pengembang. Dia bilang, ada saja pengembang nakal. Konsumen sudah membayar uang muka, tetiba lokasi pembangunan perumahan diubah seenaknya pengembang sendiri.
Harga penawaran rumah dan tanah yang terkesan murah jangan sampai membuat kita terkecoh. Bisa jadi dalam pelaksanaannya, rumah dibangun di bawah standar spesifikasi dalam brosur. Karena itu pilih pengembang yang tepercaya. Selalu waspada dalam tiap keputusan membeli properti.
3. Menabung material pembangunan rumah
Jika menabung uang di bank dirasa kurang cocok karena nyatanya kita tergoda menarik dana untuk kepentingan kurang penting, menabung material pembangunan rumah bisa jadi solusi.
Ini dipraktikkan keluarga kami. Orang tua kami menabung material pembangunan rumah dengan membeli kayu, keramik, dan sebagainya secara bertahap.Â
Memang agak repot karena harus menyediakan tempat untuk menyimpan material. Akan tetapi, godaan untuk menggunakan dana tabungan rumah untuk hal lain bisa kita hindari.Â
Praktiknya begini: Hubungi toko bangunan tepercaya langganan Anda. Konsultasikan dengan mereka jumlah dan waktu pengiriman material bangunan ke "gudang" atau "lahan kosong". Semua bisa diatur asal ada perencanaan yang mantul. Termasuk sistem cicilan pembelian bahan bangunan.Â
4. Bergotong-royong bangun rumah
Cara keempat ini bisa diterapkan untuk membangun rumah untuk diri sendiri maupun untuk kaum miskin. Apalagi jika kita tinggal di kawasan perdesaan dengan sistem sosial komunal yang masih kuat. Biaya tukang bisa kita hemat. Mengajak kerabat, tetangga, dan sahabat untuk membangun rumah bisa jadi solusi.Â
Oh ya, ajak juga para mantan kekasih. Siapa tahu mau bantu Anda buatkan rumah:) Wkkk...