Selain itu, bahasa gado-gado juga rawan kekeliruan. Bahasa ala "Anak Jaksel" bisa membuat penuturnya keterusan sampai tidak bisa lagi membedakan mana penggunaan tata bahasa dan kosakata yang benar.Â
Ini karena tata bahasa dan kosakata yang digunakan memang tidak mengacu pada standar baku. Juga karena orang hanya meniru apa yang pernah mereka lihat atau dengar, tanpa sungguh membuka kamus dan buku tata bahasa.Â
Hati-hati menulis kata-kata asing dalam percakapan gado-gado. Kita ingin tampak fasih berbahasa asing, eh ternyata malah tampak konyol karena kita "keterusan" salah menulis kata asing, juga dalam tulisan resmi.Â
Lebih kocak lagi, ketika penulisan yang keliru itu kita anggap benar dan kita gunakan kala menulis dalam bahasa asing. Guru, dosen, rekan kerja dan siapa pun yang membacanya bisa ngakak sambil koprol (atau sambil ngompol).
Saya menemukan beberapa orang keliru memilih kata dalam percakapan gado-gado. Umpama, dalam komentar berita polisi memberi sembako pada nenek yang ketahuan mencuri di swalayan, seorang warganet menulis: "Reflek gue sama polisinya."
Misalnya saja, karena sering berbahasa gado-gado, kita keliru menulis (juga dalam situasi formal semacam surat resmi dan tugas kuliah) kata-kata bahasa Inggris yang belum diserap ke bahasa Indonesia: "Program ini perlu diapgrade sebelum didonlot (seharusnya di-upgrade dan di-download)."
Di-upgrade semestinya dimutakhirkan. Di-download seharusnya diunduh.
Bahasa gaul memang sah-sah saja kita gunakan. Akan tetapi, jangan sampai membuat kita keliru menulis kata-kata dalam bahasa asing dan dalam bahasa nasional kita sendiri.Â
Rendah hatilah dan rajinlah mempelajari bahasa-bahasa. Jangan malas membuka kamus dan membaca ulasan kebahasaan. Utamakan bahasa Indonesia dan daerah. Kuasai bahasa asing.Â
Gaul boleh, tapi jangan kebablasan sampai tidak tahu lagi aturan bahasa yang seharusnya diikuti.