Saya sadar, tidak semua penulis sepakat dengan apa yang saya paparkan. Pendapat yang kurang sepakat, antara lain berlandaskan pemikiran bahwa artikel blog itu bukan suatu artikel ilmiah yang harus ketat mengikuti aturan penulisan ilmiah.
Saya memahami, standar penulisan ilmiah memang tidak wajib diikuti secara ketat. Penulis blog tentu tidak harus secara rinci mengutip dengan menyertakan catatan kaki atau catatan akhir.
Akan tetapi, bukan berarti bahwa penulis blog lantas boleh mengabaikan pencantuman sumber rujukan tulisannya. Ada dua alasan pokok:
Pertama, pencantuman sumber rujukan akan bermanfaat bagi penulis dan pembaca
Jika kita mencantumkan sumber rujukan pada artikel kita, kita akan tampak lebih berwibawa di mata pembaca. Tulisan kita menjadi lebih berbobot karena didukung sumber rujukan yang jelas.Â
Jika kita mencantumkan sumber rujukan, pembaca pun diuntungkan. Pembaca bisa memeriksa sumber asli dengan mudah karena dalam tulisan, sudah jelas dicantumkan dari mana kita mengambil sumber.
Kedua, pencantuman sumber rujukan adalah wujud kejujuran dan apresiasi
Pencantuman sumber rujukan menunjukkan kejujuran kita sebagai penulis. Kita mengakui bahwa bukan kita yang menciptakan karya itu dari ketiadaan. Kita telah memanfaatkan sumber-sumber lain yang ditulis para wartawan dan penulis lain. Ini juga wujud apresiasi pada para penulis tulisan sumber yang kita rujuk.
Cara mengutip sumber
Untuk artikel di blog warga seperti Kompasiana, saya berpendapat bahwa kita cukup menulis dari media mana atau penulis dan buku mana kita mengambil atau mengutip informasi. Misalnya:
- Dilansir Kompas (5/1), Presiden Jokowi mengatakan ...