Jika kita mengutip pendapat orang lain yang kita dapatkan dari media, sewajarnya kita mencantumkan sumber rujukan media itu pada artikel blog kita. Ini akan mempermudah pembaca untuk memeriksa apakah sungguh pernyataan tokoh yang kita kutip sesuai dengan wawancara asli.Â
Lain halnya ketika kita mengadakan wawancara pribadi dengan narasumber. Kita tidak perlu mencantumkan sumber media karena sumber pertama yang merilis adalah kita sendiri.
2. Mengutip atau menulis ulang pemberitaan media secara signifikan
Jika tulisan kita mengutip atau menulis ulang pemberitaan media secara signifikan, kita mestinya juga mencantumkan sumber aslinya. Wartawan dan media yang susah payah menulis dan menerbitkan artikel asli patut kita hargai, setidaknya dengan mengakui bahwa tulisan kita itu merujuk pada artikel media.
3. Menulis hal di luar keahlian kita
Jika kita menulis suatu topik di luar keahlian kita, semestinya kita mencantumkan sumber-sumber yang sahih untuk mendukung tulisan kita. Misal, saya bukan ahli mesin. Ketika saya menulis artikel tentang permesinan berdasarkan hasil membaca sumber tertentu, tentunya saya perlu memberikan informasi dari mana saya mendapatkan keterangan soal permesinan itu.
Jika informasi itu didapat dari pengamatan dan pengalaman pribadi (walau kita bukan ahli secara akademik), tentu tidak perlu mencantumkan sumber.
4. Menulis isu sensitif dan vital
Kita juga kiranya perlu mencantumkan sumber rujukan ketika menulis isu sensitif dan vital, misalnya soal keagamaan dan kesehatan. Apalagi jika kita bukan ahli di bidang-bidang itu.
Saat ini beredar banyak hoaks kesehatan. Kita wajib berhati-hati kala menulis artikel kesehatan, apalagi jika kita "hanya" membaca dari sumber kedua. Keselamatan dan kesehatan pembaca artikel kita bisa dirugikan jika informasi yang kita tulis tidak tepat.
Pendapat lain