Anak-anak Pemulung di Tangerang
"Kami kasihan melihat derita orang-orang miskin yang tiap hari lalu-lalang di depan warung makan kami. Apalagi di tengah pandemi ini. Akhirnya kami hanya bisa memberi dari kekurangan kami. Membagikan nasi bungkus pada kaum papa," ujar Ibu Tulus (nama samaran) kepada penulis.
Hingga kini, mereka rutin membagikan nasi bungkus pada tukang ojek, pemulung, dan warga miskin lainnya di dua titik. Apakah ada dana dari pemerintah yang mereka terima? Sayangnya tidak ada. Murni upaya sendiri bersama orang-orang budiman lain dari aneka latar belakang suku, agama, dan ras.
"Kami mengajak teman-teman zaman masih sekolah dan kuliah dulu, serta siapa pun yang tergerak hati untuk membantu kaum miskin. Saya sendiri yang berbelanja bahan makanan di pasar untuk memastikan kesegarannya," ujar Bu Tulus. Sang suami mendukung dengan menjadi "tukang antar" dan "tukang bagi-bagi nasi bungkus".
Kisah lengkap di sini (klik). Di antara sekian banyak foto yang dikirimkan pasutri budiman tersebut, ada pula foto anak-anak pemulung.
Siapa yang Pertama Kali Menolong Anak Jalanan?
Di tengah keprihatinan banyaknya anak jalanan semacam ini, siapa yang pertama kali bergerak menolong? Dinas Sosial? KPAI? Oknum pejabat yang dulu ketika kampanye tampil bak malaikat tak bercacat?
Dengan segala kejujuran, negara sering kali justru bukan yang pertama kali menolong fakir miskin dan anak-anak terlantar seperti Akbar dan anak-anak pemulung lainnya.
Lalu siapa? Warga biasa yang berhati mulia. Orang-orang kecil yang menolong orang-orang kecil. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan lembaga-lembaga keagamaan. Kita.