Perselingkuhan lazimnya adalah "hubungan asmara sembunyi-sembunyi". Lawan dengan transparansi. Bahkan jika Anda merasa jatuh cinta pada rekan kerja, pada kondisi tertentu, wajar saja (bahkan sebaiknya) Anda jujur mengatakannya pada pasangan Anda.
Jika pasangan Anda adalah pribadi yang dewasa secara psikologis-spiritual, kiranya ia akan menerima pengakuan Anda dan memberikan dukungan. Jika Anda merasa hal ini belum dapat diwujudkan, cobalah terbuka pada kerabat dekat yang mengerti Anda.
Ada baiknya, pasangan dapat mengetahui kegiatan harian Anda. Sampaikan dengan jujur soal agenda Anda hari ini: bertemu siapa, di mana, dengan siapa, dst.Â
Soal "membiarkan pasangan bisa membuka isi ponsel" masih jadi perdebatan. Di satu sisi, hal ini memang baik demi keterbukaan. Di sisi lain, apakah harus sampai sejauh itu jika memang ada privasi (dan rahasia profesi) yang harus juga dihormati?Â
Bagaimanapun, seorang "tupai yang (agak) cerdik" tetap bisa menipu pasangan, misalnya dengan memiliki nomor telepon atau media lain untuk menghubungi selingkuhannya. Jadi, "membiarkan pasangan bisa membuka isi (satu) ponsel (yang kelihatan)" memang bukan jaminan antiperselingkuhan.
Intinya, sepakati hal-hal yang dapat mendukung keterbukaan demi cegah peluang perselingkuhan.
6. Hadirkan Keluarga dalam Lingkungan Kerja
Manusia adalah homo simbolicum atau makhluk simbol (Ernst Cassirer). Kita memerlukan simbol untuk menghadirkan sesuatu atau seseorang. Jika memungkinkan, sesekali ajak keluarga ke tempat kerja dan atau bersilaturahmi dengan rekan kerja.
Rekan kerja akan menyadari, bahwa Anda telah memiliki keluarga. Anda juga diingatkan, bahwa Anda sudah berkeluarga.Â
Jika tak memungkinkan, hadirkan keluarga melalui "simbol". Pasang foto keluarga sebagai foto layar komputer dan ponsel. Tempel lukisan anak Anda di meja kerja kantor. Ceritakan kepada rekan kerja betapa bangganya Anda memiliki pasangan dan anak-anak yang mencintai dan Anda cintai.
7. Ciptakan suasana kerohanian dan keagamaan di kantor