Ia datang. Membawa semerbak.Â
Bukan parfum. Bukan pula minyak.Â
Ia tiba. Membawa harum nan ranum.Â
Bukan kusuma. Bukan pula padma.Â
Ia hadir pada terminal penantian. Membawa kesembuhan.Â
Pada yang terluka. Pada yang dinista.Â
Ia tak memberi obat. Ia tak gagah kuat.Â
Ia lemah. Tapi Ia mengajakmu agar tak mudah menyerah.Â
Meski hidup makin payah dan tubuhmu makin lelah.Â
Ia mendengar keluh kesahmu dengan telinga kalbu. Â
Engkau pun sembuh tanpa kau tahu. Â
Engkau menyebutnya mukjizat. Namun Ia bukan malaikat.Â
Dalam dirinya ada lukaluka. Masih menganga. Â
Telah kenyang Ia dirundung. Ditolak. Dicibir.Â
Ia paham deritamu kala engkau dihina.Â
Dia seorang penyembuh yang istimewa.Â
Ia penyembuh yang terluka.
Ia pun berkata:Â
wahai, kau tak harus tanpa luka
tuk jadi penyembuh luka.
*** 11/9/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H