Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Riset Ini "Jelaskan" Gejala "Mabuk Agama" Orang Indonesia, Apa 4 Relevansinya bagi Kita?

5 September 2020   06:16 Diperbarui: 5 September 2020   19:09 2485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil riset bahwa 83 persen responden Indonesia menyatakan bahwa agama lebih berperan penting dalam hidup keseharian di Indonesia pada saat ini daripada 20 tahun lalu kiranya perlu dibaca dengan keterbukaan hati sekaligus sikap kritis.

Penting dipahami, sebuah riset ilmiah sekalipun hanyalah gambaran saja dari realitas, bukan realitas itu sendiri. Jika responden diubah, mungkin saja hasilnya juga sedikit berubah. Jika lembaga lain melakukan riset pembanding, bolehlah kita menilai validitas riset lembaga terdahulu.

Akan tetapi, riset di atas pada hemat saya menyajikan gambaran yang kurang-lebih aktual dan faktual mengenai masyarakat kita. Saya membahas hal ini dari sudut pandang personal saya, yang belum tentu Anda sepakati.

1. Agama dinilai makin penting itu baik asal ditempatkan secara bijak

Bahwa agama dinilai makin berperan besar pada masa kini oleh 83 persen orang Indonesia adalah hal yang baik. Tentu saja, asal ditempatkan secara bijaksana.

Aneka agama dan kepercayaan di Indonesia memberikan norma yang membimbing pemeluknya untuk berperilaku baik. Tidak ada satu pun agama dan kepercayaan di negara kita yang mengajarkan anarkisme yang dapat mengacaukan hidup berbangsa.

Menjadi penting bahwa kita menghayati agama secara kontekstual dalam masyarakat Bhinneka Tunggal Ika. Saya pernah mendengar anjuran demikian, "Fanatik boleh tapi internal diri dan agamamu sendiri. Saat bergaul dengan pemeluk agama lain, tampilkan selalu kasih sayang dan kelembutan".

Maksud dari anjuran itu kira-kira adalah bahwa kita sah-sah saja meyakini kebenaran dogmatik agama dan kepercayaan kita. Akan tetapi, jangan lalu menjadi fanatik sempit sampai-sampai merendahkan pemeluk agama dan kepercayaan lain.

Kita yang berbeda agama mustahil menyepakati satu iman yang sama secara dogmatik keagamaan. Akan tetapi, kita sangat mungkin bersatu dalam kasih sayang sebagai sesama warga Indonesia. 

Mari kita ingat pesan kepala negara kita, Presiden Joko Widodo: "Jangan ada yang merasa paling benar sendiri, dan yang lain dipersalahkan. Jangan ada yang merasa paling agamis sendiri. Jangan ada yang merasa paling Pancasilais sendiri."

2. Kita Perlu Waspadai Politisasi Agama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun