Hari-hari ini, rupanya ada sejumlah oknum yang melakukan penipuan dan menyebarkan hoaks dengan memanfaatkan status atau mengaku sebagai (mantan) pastor dan biarawan/biarawati Katolik.
Sejujurnya, ini sudah lama terjadi di Indonesia. Hanya saja, berkat akses teknologi informasi yang serbacepat, kasus-kasus ini semakin mudah kita jumpai di medsos dan media berbasis pengguna seperti YouTube.
Aneka Ragam Penipuan dan Hoaks
Saking banyaknya, saya bahkan sampai bisa membuat klasifikasi aneka ragam penipuan dan hoaks oleh oknum penipu dan tukang hoaks ini.
1. Orang Katolik yang mengaku sebagai pastor, biarawan atau biarawati
Di sebuah gereja di Jawa Tengah, pernah ada seorang mengaku diri pastor yang baru pulang dari tugas di luar negeri. Dia memimpin perayaan ekaristi dengan banyak sekali kesalahan. Dia meminjam uang pada umat. Dia mengajak umat investasi, yang ternyata bodong.
Ternyata, dia pastor palsu.Â
2. "Mantan" orang Katolik yang mengaku sebagai (mantan) pastor, biarawan atau biarawati
Ada pula "mantan" orang Katolik yang mengaku diri sebagai (mantan) pastor, biarawan atau biarawati. Sebagian bahkan menjadi "narasumber" atau bahkan "tokoh agama" yang menjelek-jelekkan agama sebelumnya.
Sayangnya, orang-orang semacam ini diagung-agungkan oleh kelompok tertentu. Video mereka di YouTube "viral" dengan judul-judul bombastis.
Saya menduga, pengetahuan agama (agama yang baru dipeluk) pribadi-pribadi seperti ini jauh dari pengetahuan yang mendalam dan berwawasan kebinekaan.
Sangat ganjil jika pribadi-pribadi seperti ini justru diagung-agungkan dan dijadikan rujukan. Apalagi jika justru sebagian besar isi kesaksian atau ceramahnya adalah menjelek-jelekkan agama sebelumnya.Â
3. Mantan pastor yang masih mengaku sebagai pastor.
Perlu diketahui, tidak ada pastor Katolik yang bisa "buka praktik mandiri", lepas dari keuskupan atau tarekat tertentu sebagai lembaga yang memayunginya.Â
Jika seseorang pastor telah resmi mengundurkan diri (atau diundurkan) dari keuskupan dan tarekat tertentu, ia kehilangan hak untuk menjalankan fungsinya sebagai pastor dan untuk menyatakan dirinya sebagai seorang pastor Katolik.Â
Kecuali dalam keadaan darurat di mana ada kepentingan rohani mendesak, misalnya bahaya maut, si "mantan" pastor itu, antara lain, boleh mendengarkan pengakuan dosa.
Jika mantan pastor ini mundur dengan niat baik untuk mencari keuskupan atau tarekat baru yang akan memayunginya, ia tentu menerima kenyataan bahwa ia bukan lagi pastor aktif.Â
Jika justru masih mengaku-aku sebagai pastor padahal ia belum diterima resmi oleh suatu keuskupan atau tarekat tertentu, kiranya ada udang di balik batu.
Lazimnya, pribadi-pribadi ini ingin mencari aneka keuntungan dengan "status palsu" sebagai pastor atau biarawan/biarawati aktif dan sungguhan.
Tak bisa dimungkiri, status sebagai pemuka agama menjanjikan pula penghormatan dan akses sosial yang luas bagi penyandangnya. Status sebagai pastor, biarawan, biarawati membuat seseorang mudah mendapat kepercayaan dari orang dan dari jemaat Katolik.
Akan tetapi, kita perlu mewaspadai oknum-oknum yang memanipulasi status ini. Entah untuk kepentingan siapa dan apa.
4. Bukan orang Katolik tetapi mengaku sebagai pastor atau biarawan/biarawati
Ada juga kiranya orang bukan Katolik tetapi mengaku sebagai pastor atau biarawan/biarawati. Bisa jadi, mereka ini pernah bersekolah atau bekerja di lembaga Katolik sehingga tahu sedikit tentang praktik kekatolikan.
Tujuh Tip Jitu Waspadai Penipuan Pastor Palsu
Ada sejumlah tip jitu untuk mewaspadai penipuan pastor dan biarawan/biarawati palsu:
1. Jangan percaya dengan mengandalkan perkataannya saja
Orang yang mengaku diri sebagai pastor dan biarawan/biarawati biasanya memang nekat dan pintar omong. Mereka umumnya pandai mengarang cerita untuk meyakinkan orang.Â
Tip jitu untuk mewaspadai oknum-oknum ini adalah jangan percaya dengan mengandalkan perkataan mereka saja. Simak baik-baik pihak, lembaga, atau pribadi mana yang mereka sebut dalam pernyataan-pernyataan mereka.
Misalnya, "Saya dulu sekolah di Injil Vatikan School. Saya dulu kuliah di Sekolah Tinggi Teologi di Jogja." Nah, cek saja: adakah Injil Vatikan School di Roma; apakah seorang calon pastor bersekolah di STT?
Hasil penelusuran: tidak ada sekolah itu di Roma; seorang calon pastor Katolik belajarnya bukan di STT tapi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT).
2. Cari informasi pada lembaga resmi Katolik
Lembaga tepercaya yang dapat kita mintai keterangan antara lain:
1. Keuskupan
Keuskupan adalah "provinsi" gerejani Katolik yang dipimpin oleh seorang Uskup. Data alamat dan nomor kontak keuskupan dapat kita temukan pada laman Kawali berikut ini. Misalnya ada Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Agung Pontianak, dst.
2. Paroki
Paroki berada di bawah keuskupan dan membawahi wilayah tertentu yang relatif sempit. Paroki dipercayakan pada penggembalaan pastor kepala paroki dan pastor rekan/mitranya. Misalnya ada Paroki Santa Helena Tangerang, Paroki Santo Antonius Kotabaru Yogya, dst.
3. Tarekat/Kongregasi/Ordo
Tarekat atau kongregasi atau ordo secara sederhana adalah kelompok para imam, biarawan dan biarawati. Tarekat/kongregasi/ordo dipimpin oleh seorang pemimpin umum. Misalnya untuk biarawan ada Serikat Jesus (SJ), OFM, SSCC, SVD dan MSF. Untuk biarawati ada CB, FCJM, PI dan FCh.
3. Cari informasi pada media dan orang Katolik terpercaya
Di Indonesia, majalah Katolik tepercaya misalnya majalah HIDUP, Salam Damai, dan ROHANI. Laman katolik yang sering jadi rujukan misalnya adalah Sesawi.net. Bisa juga bertanya pada sahabat atau kerabat yang beragama Katolik dan dapat diandalkan.
4. Menanyakan kartu imam (celebret)
Setiap imam atau pastor Katolik memiliki kartu imam atau celebret yang biasanya dikeluarkan keuskupan tempat ia bertugas. Celebret ini ada masa berlakunya sehingga wajib diperbaharui secara berkala.Â
Jika ada orang mengaku-aku sebagai pastor, tanya saja apakah ia masih punya celebret yang masih berlaku. Verifikasi ke keuskupan yang mengeluarkan celebret itu.Â
Jika ada orang mengaku-aku biarawan/biarawati tarekat atau kongregasi tertentu, catat saja nama tarekat dan alamat komunitasnya. Cek apakah sungguh ia masih biarawan/biarawati tarekat tersebut.
5. Mewaspadai permintaan uang, donasi dan tawaran investasi
Umumnya orang memanfaatkan status palsu untuk mendapatkan keuntungan finansial. Waspadai permintaan uang, donasi, dan penawaran investasi yang oknum itu ajukan.Â
6. Dokumentasikan oknum itu dan jejak digitalnya
Untuk mengadakan verifikasi, kita memerlukan dokumentasi berupa foto, rekaman video, dan riwayat chat/panggilan telepon dengan oknum yang mengaku-aku diri sebagai pemuka agama.Â
7. Laporkan ke aparat kepolisian
Oknum pemuka dan tokoh agama palsu mana pun bisa dijerat dengan hukum positif Indonesia. Pasal-pasal yang dapat dikenakan tergantung jenis kejahatannya: penipuan, penyebaran kabar palsu, dan pencemaran nama baik.
Khusus umat Katolik: Jika mengundang pastor tamu dari luar paroki untuk merayakan sakramen-sakramen di rumah, hendaknya meminta izin atau memberitahu paroki setempat melalui ketua lingkungan/kelompok basis umat.Â
Kita memang menghormati sosok (mantan) pastor, tetapi juga patut waspada. Jangan mudah terpesona oleh penampilan luar seseorang, termasuk (mantan) pemuka agama. Dalamnya lautan bisa kita tahu, maksud hati seseorang siapa yang tahu?
Salam persaudaraan. Artikel terkait: Sertifikasi Pemuka Agama, Perlukah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H