"Maaf Nek, saya cari Bang Jo kok tidak ketemu ya? Di mana Bang Jo itu?" selidiknya.
"Oh..Masnya cari bang jo. Lha itu di depan ada bang jo," jawab si nenek sambil menunjuk ke arah perempatan.
"Mana, Nek? Itu perempatan. Tidak ada tulisan Bang Jo," kata Bronto.
"O alah Mas..ya itu bang jo di perempatan. Yang nyala abang, ijo, kuning itu lho...," jelas sang Nenek.
Bronto tersenyum kecut. "O jadi Bang Jo itu lampu traffic lights, ya Nek?"
Si Nenek bengong. "Masnya ngomong opo to, aku ora mudheng. Bang jo ya bang jo. Abang njur dadi ijo. Merah terus jadi hijau."
Bronto manggut-manggut. Tapi ia masih punya satu pertanyaan tersisa:
"Nek, utara itu sebelah mana? Kok saya jadi bingung, ya di Jogja ini?"
"O alah Mas. Dadi wong ki mbok sing solutip...Di Jogja ndak usah bingung cari utara. Tinggal lihat Gunung Merapi, ya itu pasti utara," terang si Nenek.
Lagi-lagi Bronto tersenyum. Ternyata orang Jogja memang solutif dan istimewa. Tak perlu Gugel Maap. Cuma sebut bang jo dan lihat Gunung Merapi, urusan cari alamat selesai. Sesederhana itu.Â
"Jogja..Jogja..kamu memang istimewa dan buat aku jatuh cinta," bisik spontan Bronto.