Sekadar informasi, menurut data BPS pada 2019, NTT memiliki jumlah persentase penduduk miskin 20, 62 persen. Angka ini menempatkan NTT pada posisi ketiga peringkat provinsi dengan persentase penduduk miskin terbanyak secara nasional, di bawah Papua (26,55 persen) dan Papua Barat (21,51 persen).
Kantong-kantong kemiskinan, utamanya di perdesaan NTT, menjadi daerah rawan praktik perdagangan manusia. Menurut Pendeta Emmy, persoalan kemiskinan ini berkelindan juga dengan persoalan soal tanah.Â
Hanya lima persen masyarakat di perdesaan memiliki tanah sendiri. Kadang tanah itu bukan milik sendiri dan kadang bukan pula tanah produktif. Ini memicu warga untuk merantau sampai ke luar negeri demi mencari penghasilan.Â
Melawan Jaringan Mafia dengan Berjejaring
Dalam webinar, Suster Laurentina PI menjelaskan bahwa praktik perdagangan manusia terhadap pekerja migran di NTT adalah praktik yang dilakukan oleh jaringan ala mafia.
Sang ketua Yayasan Sosial Penyelenggaran Ilahi ini menandaskan pentingnya membangun jaringan untuk melawan jaringan mafia perdagangan manusia di NTT.
"Memerangi perdagangan manusia adalah pekerjaan raksasa. Sindikat perdagangan manusia itu sangat kuat. Mereka juga sampai ke tingkat desa. Karena itu, kita harus berjejaring dengan pihak-pihak lain hingga ke tingkat bawah. Saya berjejaring dengan pemerintah, para pemuka agama, kelompok pemuda, dan sebagainya," ungkap biarawati Katolik tersebut.
Cara Kerja Sidikat Perdagangan Manusia di NTT
Menurut Suster Laurentina PI, sindikat memperdaya warga sederhana untuk jadi pekerja migran. Ada dua tawaran menarik yang sindikat sampaikan kepada para calon korban.
Pertama, iming-iming beasiswa. Para korban dijanjikan akan mendapat beasiswa pendidikan di luar daerah atau di luar negeri.Â