Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Catatan Utang Hilang, Apakah Anda Tetap Melunasi Utang?

8 Agustus 2020   04:50 Diperbarui: 8 Agustus 2020   04:57 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi catatan kosong - Sumber: pexels.com

Lazimnya kita sepakat bahwa bila seorang terlahir dalam keluarga berada, di mata dunia ia beruntung. Tak pernah mengalami yang namanya tidak punya uang. Tak pernah mengalami pergulatan batin ketika hendak meminjam uang. Tak pernah mengalami kecemasan terkait kemampuan melunasi utang.

Akan tetapi, tidak banyak orang yang demikian beruntung terlahir di keluarga kaya raya. Sebagian besar dari kita terlahir dalam keluarga bersahaja. Untuk menjaga asap dapur tetap mengepul saja, keluarga-keluarga kita harus berjuang. Bekerja membanting tulang.

Tidak sedikit keluarga mengalami pengalaman hidup berteman utang. Gali lubang tutup lubang. Pinjam sana-sini untuk sekadar bertahan hidup. Sebelum pandemi Covid-19 merajalela saja, cukup banyak orang berkesusahan. 

Apalagi kala pandemi menghantam. Jumlah orang yang terpaksa menjual harta yang tak seberapa dan terpaksa meminjam uang kiranya bertambah banyak.

Meminjam uang untuk biaya pernikahan

Seorang sahabat saya, sebut saja Jojon, menikah beberapa tahun lalu. Ia menikah dalam usia yang relatif muda. Karena merasa telah menemukan belahan jiwa, ia memutuskan untuk menikah meski belum memiliki pekerjaan tetap.

Saya waktu itu bertanya, "Kenapa cepat-cepat nikah? Nggak tunggu dapat pekerjaan yang mantap dulu? Nggak pacaran dulu?"

Ia menjawab, "Pacaran justru boros. Makan bareng, jalan-jalan, belikan kado itu sedot uang. Padahal, uang tadi bisa dipakai untuk modal usaha kecil-kecilan bersama calon istri."

Benar juga, ya, pikir saya. Bayangkan berapa banyak uang mereka habiskan tiap akhir pekan untuk biaya berpacaran. Menguap tanpa banyak manfaat untuk masa depan. 

Keputusan untuk segera menikah, tentu setelah mantap hati, adalah keputusan yang bijaksana dan masuk akal. 

Sahabat saya, si Jojon ini, tak hanya mengandalkan dukungan finansial dari orang tua dalam pembiayaan resepsi perkawinan. Bersama calon istrinya, ia merintis usaha kecil-kecilan. 

Ia meminjam uang dari sejumlah sahabat. Bermodal kepercayaan saja. Ia juga menghubungi sebuah katering yang bersedia dibayar kemudian. 

Berkat upaya dan ketekunan Jojon dan calon istrinya, resepsi pernikahan dapat diselenggarakan dengan baik. Sederhana namun berkesan. 

Tentu saja, setelah resepsi usai, mereka segera berusaha mengatur pelunasan utang. Termasuk utang pada pihak katering.

Karyawan Katering Pindah Kerja

Ternyata, karyawan katering yang memegang catatan utang sahabat saya sudah pindah kerja. Karena katering itu tidak dikelola dengan baik, pemilik katering tidak memiliki catatan utang sejumlah klien, termasuk utang sahabat saya. 

Catatang utang itu selama ini hanya diketahui oleh karyawan katering yang sudah pindah kerja entah ke mana. Hal ini disadari sahabat saya ketika tak ada lagi pesan singkat berisi penagihan utang. Singkat cerita, secara adminsitratif, pemilik katering tidak bisa menagih pembayaran utang dari sahabat saya.

Seandainya catatan utang yang harus Anda bayarkan hilang karena kelalaian pihak pemberi utang, apakah Anda akan tetap melunasi utang Anda? 

Ini pertanyaan yang bergema dalam benak sahabat saya, Jojon. Lantas, apa yang ia lakukan? Apakah ia memanfaatkan situasi itu untuk pura-pura tidak punya utang lagi?

Jawaban yang Cukup Mengejutkan

Sahabat saya memberikan jawaban yang cukup mengejutkan. Setidaknya menurut "standar" perilaku masyarakat pada umumnya, yang lebih suka aji mumpung.

Mumpung ada kesempatan untuk korupsi, ramai-ramai korupsi. Mumpung ada peluang untuk lolos dari kewajiban, bertindak seenaknya saja.

Sahabat saya mengatakan,"Betul bahwa pemilik katering tidak tahu bahwa saya punya utang. Akan tetapi, saya tetap akan berusaha melunasi utang itu dengan cara saya."

Apa cara yang ia tempuh? Ia menjelaskan,"Aku akan memesan beberapa kali makanan dari katering itu untuk acara-acara bisnisku. Katering itu akan jadi katering mitraku. Itulah caraku tetap bertanggung jawab melunasi utangku."

Saya kagum dengan pilihan sikap sahabat nan budiman ini. Bahkan saat catatan utangnya sudah lenyap, ia tetap mau membayar utangnya. 

Tuhan tidak tidur. Tuhan memberkati bisnis sahabat saya tadi. Hanya saja, karena terkendala pandemi, praktis belum ada acara besar yang memerlukan makanan dari jasa boga. 

Pada saat yang tepat, sahabat saya kiranya akan menunaikan kewajibannya. Melunasi utang kepada katering yang telah berbaik hati menolongnya ketika ia mengadakan resepsi perkawinan beberapa waktu lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun