Pertama, dirinya atau orang tuanya atau leluhurnya pernah mengadakan "perjanjian dengan roh jahat". Kedua, pribadi itu secara rohani rapuh karena lama tidak berdoa dan beribadah.
2. Umumnya orang yang kerasukan setan menunjukkan penolakan pada Tuhan dan hal-hal suci.Â
Misalnya, tiba-tiba merasa kepanasan saat diperciki air yang sudah diberkati pastor. Juga berteriak mengucapkan hal tak pantas tentang Tuhan. Atau, menolak saat diajak berdoa. Intinya, berontak saat berusaha didekatkan pada Tuhan dan hal-hal rohani.
3. Biasanya pasien sudah dirawat secara medis, tetapi tidak kunjung sembuh.Â
Roh jahat memang bisa menghantam fisik seseorang. Dalam sejarah orang kudus Katolik, sejumlah santo dan santa pernah sungguh dilukai dan atau ditakut-takuti oleh setan yang mewujud dalam "raga" makhluk mengerikan. Misalnya, Santo Pio (Padre Pio) dari Pietrelcina [1887-1968] dan Santa Gemma Galgani [1878-1903].
Tidak semua orang yang sakit dan sukar sembuh otomatis adalah orang yang menderita akibat ulah roh jahat.
Bagaimana praktik eksorsisme dilakukan?
Pastor Amorth mengatakan, eksorsisme diawali dengan mengadakan penyelidikan tentang riwayat pasien. Apakah ia pernah mengikuti kegiatan okultisme? Apa kata dokter dan psikolog yang penah menanganinya, dsb.
Kemudian, dalam kasus tertentu, eksorsis bertanya pada roh jahat yang merasuki orang itu. Pastor Amorth mengatakan, harus hati-hati dengan setan. Setan itu pintar. Ia biasanya justru menyembunyikan diri agar kehadirannya sulit ditangkap mata telanjang. Bahkan bisa bertahun-tahun merasuki seseorang tanpa diketahui segera.Â
Nah, apa saja pertanyaan yang diajukan eksorsis pada roh jahat yang merasuki seseorang? Pertanyaan harus terkait dengan upaya mengusir roh jahat itu. Misalnya: Siapa namamu? Ini penting karena jika roh jahat sudah menyebut nama, ia lebih mudah diusir karena bisa dihardik namanya dengan doa pengusiran setan.Â