Tidak sakit sih "disentuh" tangan Pak Wahab. Hanya malu saja karena ketahuan ngantuk. Diketawain teman sekelas lagi. Kapok :)
Kedua, beliau sengaja membawa permen. Saat ada siswa yang mengantuk, beliau melempar permen untuk membangunkan. Yang dibangunkan kaget, malu, tetapi juga senang karena dapat permen gratis. Makin sering ngantuk, makin dapat banyak permen ^_^.
Menariknya, Pak Wahab saat berpuasa tak pernah ikut rehat di ruang guru bersama guru-guru lain yang mayoritas kristiani. Beliau pasti belok arah ke perpustakaan. Mengapa?
"Lo, Pak, kok ke perpus?"
"Ya, saya di sini saja supaya guru-guru lain bisa tetap menikmati kudapan dengan tenang."
Demikian kira-kira dialog yang menggambarkan alasan Pak Wahab tak pergi ke ruang guru saat jam rehat selama berpuasa.
Jawaban itu membuat siapa pun terkesan.Â
Kami, kaum non-muslim, sebagian besar sudah terbiasa menyesuaikan diri ketika berada bersama saudara-saudari pemeluk agama Islam yang sedang berpuasa Ramadan.
Kami juga menahan diri untuk tidak makan-minum di hadapan yang sedang berpuasa. Juga mengatur sedemikian rupa agar pembicaraan tak melebar ke hal-hal yang bisa "memancing setan keluar dari sarangnya."
Kali ini, justru Pak Wahab -yang sedang berpuasa-yang menyesuaikan diri demi menghargai orang yang tidak sedang berpuasa.Â
Padahal, seandainya Pak Wahab tidak "menyepi" di perpustakaan pun, guru-guru lain pasti rela menyesuaikan diri demi menghargai beliau yang sedang berpuasa.