Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bus dan KRL Risiko Tinggi Corona "Dijelaskan" Kasus Bus Hunan, Dekat Wuhan

13 Maret 2020   06:23 Diperbarui: 13 Maret 2020   18:28 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istimewa via suara.com

Pertama-tama, tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran risiko tinggi penularan virus corona baru dalam transportasi umum. Tidak ada maksud untuk menebar ketakutan tak beralasan. Semua data dan argumentasi disajikan secara logis dan ilmiah.

KRL Risiko Tinggi Corona

Dikutip dari Kompas.com, Gubernur DKI Anies Baswedan membenarkan adanya foto slide paparan internal Pemprov DKI Jakarta untuk menyiapkan mitigasi terkait penyebaran corona.

Sebuah slide menayangkan tulisan demikian: "Risiko kontaminasi terbesar terjadi di wilayah KRL-2 atau rute Bogor-Depok-Jakarta Kota"

Istimewa via suara.com
Istimewa via suara.com
Menurut Anies Baswedan (11/3/2020), presentasi rapat internal itu adalah hasil pemetaan sebaran orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19.

Anies menegaskan, paparan rapat itu tidak berarti bahwa sekarang ini telah ada kasus corona tersebar dalam KRL, namun masih berupa potensi risiko. Pemprov DKI bekerjasama dengan penyedia layanan transportasi dan dinas kesehatan terkait sedang berupaya melakukan upaya demi keamanan pengguna layanan transportasi publik.

Pihak PT KCI sejak 3 Februari 2020 juga telah mulai memberikan informasi pencegahan corona kepada petugas dan pengguna layanan di 36 stasiun. Perusahaan ini menyediakan ratusan hand sanitizer di 80 stasiun dan juga secara teratur menyucihama 88 rangkaian kereta. Ada pula petugas yang melakukan pembersihan dengan disinfektan saat KRL beroperasi. 

Transportasi Publik Memang Risiko Tinggi: Hikmah Kasus Bus Hunan

Virus penyebab Covid-19 dapat menular melalui:

1. Kontak dekat dengan orang terjangkit corona

2. Terpapar droplet (cairan batuk, bersin) orang terjangkit corona.

Sejauh ini, WHO menyarankan jarak aman antara 1-2 meter di antara dua orang guna menghindari penularan. Akan tetapi, sebuah riset yang sempat dimuat dalam jurnal Practical Preventive Medicine oleh sekelompok peneliti China baru-baru ini menyajikan kesimpulan baru.

Dikutip dari surat kabar South China Morning Post atau SCMP, virus Covid-19 dapat bertahan di udara sekitar 30 menit dan dapat menyebar sejauh 4,5 meter dalam bus tertutup. Jarak ini lebih jauh dari "jarak aman" yang disarankan WHO. 

Para peneliti juga menemukan bahwa virus covid-19 dapat bertahan hidup pada permukaan di mana terdapat droplet orang terjangkit Covid-19. Ini meningkatkan risiko orang tertular setelah menyentuh droplet itu dan mengusap wajah (hidung, mata, bibir).

Lamanya virus corona bertahan di permukaan tergantung pada suhu dan jenis permukaan. Misalnya, pada suhu 37 derajat Celsius, virus corona ini dapat bertahan hidup di atas permukaan kaca, kain, besi, plastik, dan kertas.

Penelitian ini adalah hasil riset terhadap wabah corona di Hunan pada 22 Januari, selama puncak perpindahan warga China dalam rangka Tahun Baru China. Seorang penumpang, "pasien nol", naik bus antarkota di Provinsi Hunan. Hunan adalah tetangga provinsi Hubei yang beribu kota Wuhan, kota di mana Covid-19 pertama kali merebak di China. Jarak ibu kota kota Hunan ke Wuhan sekitar 500 km atau 5 jam perjalanan dengan mobil.

Si "pasien nol" duduk di baris kedua dari belakang. "Pasien nol" sebenarnya sudah memiliki gejala Covid-19, namun saat itu pemerintah China belum menetapkan wabah corona sebagai krisis nasional sehingga "pasien nol" ini dan sejumlah besar penumpang bus itu tidak mengenakan masker. 

Hu Shixiong, peneliti utama riset itu bekerja di Hunan Provincial Centre for Diseases Control and Prevention. Hu mengatakan, berdasarkan rekaman CCTV, "pasien nol" tidak berinteraksi dengan penumpang lain selama 4 jam perjalanan bus. 

Saat ia turun di kota berikut, ia sudah menularkan virus corona pada sejumlah penumpang lain. Dalam gambar di bawah:

- "pasien nol" dilukiskan berwarna merah, yang duduk di baris kedua dari belakang

- pasien oranye adalah 7 pasien yang terinfeksi dan menunjukkan gejala Covid-19. 

2 orang duduk satu baris di belakang "pasien nol"; 1 duduk tiga baris di depannya; 2 duduk enam baris di depannya (1 baris kiri; 1 kanan), 2 duduk tujuh baris di depannya.

Menariknya, dua pasien oranye terakhir ini berjarak 4,5 meter dari "pasien nol". Artinya, jangkauan covid-19 dalam bus Hunan bisa mencapai 4,5 meter dari "pasien nol" atau pasien pembawa Covid-19.

tangyar SCMP.com-dokpri
tangyar SCMP.com-dokpri
- Pasien ungu (1 orang) adalah pasien yang terinfeksi 30 menit setelah "pasien nol" turun dari bus. 

- Pasien biru (1 orang) adalah pasien yang lantas diketahui terjangkit covid-19, namun tidak menunjukkan gejala apa pun. Ia duduk 4 baris di depan "pasien nol".

- Penumpang dan sopir abu-abu adalah mereka yang tidak terinfeksi covid-19. Jumlah mereka ada 38 penumpang dan 1 sopir. Total isi bus adalah 48 penumpang dan 1 sopir.

Kesimpulan dan Saran dari Peneliti Hunan

Para peneliti menyimpulkan, dalam lingkungan bus tertutup dengan AC, penyebaran virus corona Covid-19 melebihi "jarak aman" yang  sejauh ini disarankan WHO.

Para ahli itu juga menggarisbawahi risiko bahwa virus corona dapat bertahan dalam lingkungan dalam bus, juga setelah pasien pembawa atau "pasien nol" turun dari bus. Virus corona ini dapat bertahan sampai 5 hari dalam cairan tubuh dan tinja penderita.

Para ahli itu menyarankan pentingnya mencuci tangan dan mengenakan masker di tempat umum, termasuk dalam kendaraan umum yang pintu dan jendelanya tertutup. 

Catatan saya: masker terutama wajib dikenakan orang dengan gejala corona dan tenaga medis. Jika Anda merasa punya gejala corona, karantina diri Anda di kamar, jangan memaksa diri bepergian, apalagi dengan transportasi umum!

Salah satu hal yang menjadi tanda tanya, artikel karya peneliti Hunan yang sempat dimuat Jumat lalu itu mendadak ditarik pada hari Selasa oleh jurnal Practical Preventive Medicine, tanpa memberikan alasan. Demikian tulis jurnalis South China Morning Post (SCMP), koran terbitan Hongkong, yang jelas bukan koran pemerintah China. Mungkinkah sedang direvisi oleh peer-reviewer? Entahlah.

Risiko Tinggi Corona dalam Transportasi Umum

Sebenarnya kasus penyebaran corona di bus Hunan bukan kasus pertama terkait risiko corona dalam transportasi umum. Seorang sopir taksi di Jepang tertular penumpang, yang adalah turis China.

Virus corona menyebar lewat kontak dekat dengan (droplet) pasien terjangkit, dan kiranya makin menyebar cepat di ruangan dan sarana transportasi "tertutup" (dengan AC) seperti bus, KRL, kereta, dan taksi. 

Sekadar pertimbangan bagi pemerintah dan warga:

1. Negara-negara maju seperti China, Italia, Korea Selatan, Jepang, dan Denmark menerapkan pembatasan aktivitas publik, termasuk perjalanan dengan transportasi umum, terutama di wilayah "zona merah". Keputusan ini memang (dalam jangka pendek-menengah) berarti menyulitkan aktivitas ekonomi, akan tetapi secara medis adakah langkah tepat mencegah wabah corona.

2. Corona adalah virus baru yang terbukti cepat menular dan belum ada vaksinnya. Benar bahwa tingkat kematian akibat corona "tidak setinggi" beberapa virus lain. Tingkat kesembuhan juga tergolong tinggi.  Hanya saja, para ahli memperkirakan, sekitar 16 persen pasien corona memerlukan perawatan intensif.  

Apakah pemerintah dan kita semua yakin, fasilitas kesehatan kita mampu menangani pasien corona yang perlu perawatan intensif ini, ditambah pasien penyakit berat lain? Secepat apa negara kita bisa membangun RS dan ruang isolasi baru untuk pasien corona? 

Negara-negara maju sudah memperhitungkan, layanan kesehatan mereka akan ambruk jika corona tidak segera ditangani, termasuk dengan melarang warga bepergian, kecuali dalam situasi mendesak. 

Apakah tidak sebaiknya Indonesia mempertimbangkan opsi lockdown lokal yang terukur? Bagi para pengambil kebijakan publik, kiranya lebih baik dicaci-maki di awal karena melakukan langkah ilmiah-terukur mencegah meluasnya wabah, daripada nanti menyesal saat corona meluas.

3. Pasien kasus ke-27 corona di Indonesia dikabarkan adalah kasus penularan lokal. Saya telah membahasnya dalam artikel ini (klik saja, sudah hampir 8 ribu views). Mungkinkah sang pasien kasus ke-27 tertular dari (droplet) orang terjangkit corona waktu bepergian dengan kendaraan umum? Sila Kemenkes meneliti ini.

---

Saya bukan ahli medis. Sila tulis koreksi melalui kolom komentar atau ruangberbagi@yandex.com. Yth. pembaca dan admin Kompasiana yang "punya akses", mohon sampaikan tulisan sederhana ini kepada para pejabat dan pengamat terkait. Salam, Ruang Berbagi.

---

Sumber: 1, 2, 3 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun