Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bus dan KRL Risiko Tinggi Corona "Dijelaskan" Kasus Bus Hunan, Dekat Wuhan

13 Maret 2020   06:23 Diperbarui: 13 Maret 2020   18:28 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istimewa via suara.com

Sebenarnya kasus penyebaran corona di bus Hunan bukan kasus pertama terkait risiko corona dalam transportasi umum. Seorang sopir taksi di Jepang tertular penumpang, yang adalah turis China.

Virus corona menyebar lewat kontak dekat dengan (droplet) pasien terjangkit, dan kiranya makin menyebar cepat di ruangan dan sarana transportasi "tertutup" (dengan AC) seperti bus, KRL, kereta, dan taksi. 

Sekadar pertimbangan bagi pemerintah dan warga:

1. Negara-negara maju seperti China, Italia, Korea Selatan, Jepang, dan Denmark menerapkan pembatasan aktivitas publik, termasuk perjalanan dengan transportasi umum, terutama di wilayah "zona merah". Keputusan ini memang (dalam jangka pendek-menengah) berarti menyulitkan aktivitas ekonomi, akan tetapi secara medis adakah langkah tepat mencegah wabah corona.

2. Corona adalah virus baru yang terbukti cepat menular dan belum ada vaksinnya. Benar bahwa tingkat kematian akibat corona "tidak setinggi" beberapa virus lain. Tingkat kesembuhan juga tergolong tinggi.  Hanya saja, para ahli memperkirakan, sekitar 16 persen pasien corona memerlukan perawatan intensif.  

Apakah pemerintah dan kita semua yakin, fasilitas kesehatan kita mampu menangani pasien corona yang perlu perawatan intensif ini, ditambah pasien penyakit berat lain? Secepat apa negara kita bisa membangun RS dan ruang isolasi baru untuk pasien corona? 

Negara-negara maju sudah memperhitungkan, layanan kesehatan mereka akan ambruk jika corona tidak segera ditangani, termasuk dengan melarang warga bepergian, kecuali dalam situasi mendesak. 

Apakah tidak sebaiknya Indonesia mempertimbangkan opsi lockdown lokal yang terukur? Bagi para pengambil kebijakan publik, kiranya lebih baik dicaci-maki di awal karena melakukan langkah ilmiah-terukur mencegah meluasnya wabah, daripada nanti menyesal saat corona meluas.

3. Pasien kasus ke-27 corona di Indonesia dikabarkan adalah kasus penularan lokal. Saya telah membahasnya dalam artikel ini (klik saja, sudah hampir 8 ribu views). Mungkinkah sang pasien kasus ke-27 tertular dari (droplet) orang terjangkit corona waktu bepergian dengan kendaraan umum? Sila Kemenkes meneliti ini.

---

Saya bukan ahli medis. Sila tulis koreksi melalui kolom komentar atau ruangberbagi@yandex.com. Yth. pembaca dan admin Kompasiana yang "punya akses", mohon sampaikan tulisan sederhana ini kepada para pejabat dan pengamat terkait. Salam, Ruang Berbagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun