Seorang perempuan pekerja sebuah pabrik di Bekasi mencuit, "Saya juga karyawan **** di salah satu kota. Cuti melahirkan cuma satu bulan. Bahkan besok melahirkan pun, hari ini masih kerja."
Siapa yang tak ikut sedih membaca kisah pahit yang dialami buruh perempuan yang-ironisnya-membuat es krim manis? Dikutip dari kompas.com, juru bicara perwakilan buruh perusahaan es krim tersebut menyatakan bahwa sejak tahun lalu telah terjadi 14 kasus keguguran dan 6 kematian bayi baru lahir yang dialami sebagian di antara 359 buruh perempuan yang bekerja di pabrik.
Dikabarkan, sejumlah buruh perempuan bahkan bekerja sebagai kuli bangunan di pabrik tersebut.Â
Kodrat dan hak pekerja perempuan
Ada dua kenyataan yang berkelindan dalam diri setiap pekerja perempuan. Pertama, kodrat sebagai wanita. Kedua, hak sebagai pekerja. Dua realitas ini secara hukum dan moral wajib diperhatikan oleh perusahaan yang mempekerjakan perempuan.
Berbeda dengan pekerja pria, pekerja perempuan memerlukan cuti haid dan cuti hamil. Salah satu pasal yang melindungi hak buruh perempuan yang sedang mengandung ialah Pasal 72 UU 13/2003.
Pasal itu melarang pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan hamil masuk pada shift malam (23.00-07.00) jika menurut keterangan dokter berbahaya.
Dalam kenyataan di lapangan, tak semua perusahaan mengindahkan aturan mulia ini. Terjadinya sejumlah keguguran yang dialami buruh perempuan sebuah pabrik es krim di Bekasi menjadi indikasi kuat bahwa telah terjadi pelanggaran aturan yang melindungi hak buruh perempuan yang sedang mengandung.
Etika Bisnis yang Disarankan
Sebuah riset oleh Jaya Sweta Srivastava dan Anupam Srivastava mengenai nasib buruh perempuan di India memaparkan kondisi aktual dan etika bisnis yang disarankan untuk memperbaiki situasi kerja bagi buruh perempuan.
Tulisan berwarna merah adalah kondisi aktual; hijau adalah etika bisnis yang disarankan.
- Disparitas struktur gaji perempuan dibandingkan dengan rekan pria.
Upah yang sama untuk posisi kerja yang sama. - Relokasi / masalah pascanikah. Memberikan periode jeda yang optimal.
Opsi untuk bergabung kembali dengan perusahaan berdasarkan kelayakan kinerja. - Pelanggaran Hak Cuti Kehamilan Cuti hamil minimal 180 hari
Leave without pay resmi untuk kasus-kasus kritis.
Buat ketentuan untuk fasilitas penitipan anak di lokasi terdekat.
Mendirikan fasilitas medis yang baik. - Pelecehan Seksual Aturan ketat untuk mencegah pelecehan seksual terhadap karyawan wanita.
Pasang CCTV untuk lokasi rawan. - Diskriminasi gender Hukuman berat untuk setiap masalah yang muncul setelah diadakan penyelidikan.
Tawarkan pelatihan sensitivitas gender. - Minimnya kepemimpinan perempuan Mempromosikan kesempatan yang sama untuk pelatihan / studi yang lebih tinggi.
Promosi sesuai dengan penilaian dan evaluasi kinerja, bukan berdasarkan gender.
Etika bisnis yang disarankan di atas hendaknya dijunjung tinggi oleh setiap perusahaan yang memiliki pekerja perempuan. Selain itu, negara juga harus menjamin bahwa pelanggaran atas aturan perundang-undangan yang melindungi buruh perempuan akan sungguh dikenai  hukuman setimpal.